Friday 29 March 2013

Jika lupa Password App World BlackBerry

Bagi anda yang sudah update BlackBerry AppWorld ke versi terbaru, mungkin anda bingung bagaimana caranya sign out akun BlackBerry ID anda. Ya memang, di versi terbaru BlackBerry AppWorld, memang anda tidak akan bisa sign out dari BlackBerry ID anda, hal ini cukup memudahkan kita, karena kita tidak perlu memasukkan email dan password kita saat kita ingin mengupdate aplikasi ke versi terbaru, tapi hal ini akan menjadi masalah jika kita ingin menggunakan akun BlackBerry ID kita yang lain, karena BlackBerry ID tidak bisa di sign out. Tapi sebenarnya, meskipun kita tidak bisa sign out BlackBerry ID dari BlackBerry AppWorld, ada cara sign out BlackBerry ID atau AppWorld, yaitu dengan cara menghapus aplikasi BlackBerry Identity, dengan menghapus BlackBerry Identity, semua aplikasi yang terhubung dengan BlackBerry ID akan otomatis ter-sign out dan kita bisa login lagi menggunakan BlackBerry ID yang lain.



Untuk menghapus BlackBerry Identity, kita bisa menghapusnya melalui menu applications pada bagian Options. Caranya, masuk ke Options --> Applications, lalu ubah menu Third Party pada bagian kanan atas menjadi Add-on. Anda akan menemukan BlackBerry Identity disitu, tekan tombol logo BlackBerry dan pilih Delete. Anda akan diminta untuk me-restart handheld anda, lakukan restart agar aplikasi terhapus sempurna, saat handheld sudah dinyalakan, buka BlackBerry AppWorld, anda akan diminta untuk menginstall lagi BlackBerry Identity, setelah BlackBerry Identity terinstall, anda akan diminta login ke akun BlackBerry ID kembali, boleh menggunakan akun BlackBerry ID yang lama, atau akun BlackBerry ID yang lain

Tidak memiliki waktu untuk permilik waktu ???

Bagaimana mungkin, tidak memiliki waktu untuk Sang Pemilik waktu ???

Detik bergelayut menjadi waktu-waktu yang tanpa aku sadari akan menjadi masalalu.
24 jam dalam sehari pun selalu tersaingi oleh dunia, apa yang aku cari aku sadar itu pun yang akan hilang dan akan menyakiti.
Huhh... herannnn  !!!!
5 Waktunya lalai... !!! selalu menjadi nomer dua.
Sadarku di iringi oleh sebuah penyesalan yang akan kembali terulang. Itu pasti

Thursday 21 March 2013

Siapa Ahmad Firdaus menurut anda ??

Silahkan comment untuk perbaikan diri saya. Memakai email palsu pun tidak masalah. Siapa saya menurut anda ? bagaimana perilaku saya ? apa yang perlu di perbaiki untuk diri saya ? Trims untuk kesediaannya :)




Abu Jahal

Pengakuan Abu Jahal ( Kisah Abu Jahal dan Abu Dzar)

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Abu Jahal pernah berkata, “Kami tidak pernah mendustakan engkau dan engkau bukanlah seorang pendusta. Namun, kami mendustakan apa yang engkau bawa“.
Pengakuan Abu Jahal terhadap kerasulan Muhammad pun diungkapkan Abu Dzar Al-Ghifari. Saat itu Abu Dzar belum memeluk Islam dan ia pun menjadi sahabat dekat Abu Jahal. Keduanya dipersatukan dalam kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Setiap kali Abu Dzar datang ke kota Mekah, ia selalu membawa barang-barang dagangan yang akan ia jual melalui perantaraan Abu Jahal.
Alkisah diceritakan bahwa terjadi sesuatu di luar kebiasaan. Suatu ketika Abu Dzar datang ke Mekah tanpa membawa barang dagangan satu pun, termasuk uang perniagaan. Hal ini tentu saja membuat Abu Jahal heran. la pun bertanya kepada Abu Dzar, “Apakah kau membawa barang dagangan, hai sahabatku?”
Abu Dzar menjawab, “Seperti yang kaulihat, aku tidak membawa apa pun.“
“Apakah engkau membawa uang?” tanya Abu Jahal kembali.
“Tidak juga,” jawab Abu Dzar singkat.
Melihat ada sesuatu yang tidak biasa pada sahabatnya, Abu Jahal kembali bertanya, “Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu datang jauh-jauh ke Mekah tanpa membawa barang dagangan atau uang? Adakah tujuanmu yang lain?”
Melihat kerisauan sahabatnya, Abu Dzar mencoba menenangkannya dengan menjawab, “Sahabatku Abu Jahal, kali ini kedatanganku bukan untuk mengadu untung dalam perdagangan.”
“Lantas untuk apa?” tanya Abu Jahal yang makin penasaran.
“Aku ingin bertemu dengan kemenakanmu.”
Jawaban Abu Dzar makin membingungkan Abu Jahal. Abu Jahal pun kembali bertanya, “Kemenakanku? Siapakah yang kaumaksud?”
“Muhammad,” jawab Abu Dzar singkat.
“Muhammad?” ulang Abu Jahal untuk meyakinkan apa yang baru saja ia dengar.
“Ya. Kudengar dari beberapa sahabatku bahwa Muhammad, kemenakanmu itu telah diangkat menjadi seorang rasul. Engkau harus bangga mempunyai kemenakan semulia itu, sahabatku!” jelas Abu Dzar panjang lebar. Ia tidak tahu bahwa sang paman tidak menyukai risalah yang dibawa kemenakannya, Muhammad.
Abu Jahal yang tidak ingin Islam memengaruhi sahabatnya segera mencegah Abu Dzar untuk bertemu Rasulullah saw dan berkata, “Sahabatku, dengarkanlah aku jika kau ingin selamat, jangan kautemui dia! Sekali-kali jangan pernah kau menemui kemenakanku itu!”
“Mengapa kau berkata seperti itu?” tanya Abu Dzar Al-Ghifari heran.
Abu Jahal menjelaskan, “Kautahu, Muhammad itu sangat menarik. Ia sangat memesona. Sekali berjumpa dengannya, aku jamin kaupasti akan benar-benar terpikat dengannya. Wajahnya bersih, perkataannya berisi mutiara indah dan selalu benar. Perilakunya sangat lembut dan sopan membacakan wahyu. Semua kalimatnya menyentuh jiwa.”
Tentu saja jawaban Abu Jahal sangat berlawanan dengan sarannya untuk tidak menemui Rasulullah saw. Di satu sisi ia melarang Abu Dzar untuk bertemu kemenakannya, tetapi di sisi lain ia memberikan alasan yang baik-baik tentang Rasulullah saw.
Abu Dzar mengungkap keheranannya seraya berkata, “Aku tidak mengerti, tetapi apa itu berarti kau yakin dia seorang rasul?”
Abu Jahal langsung mengiyakan. Katanya, “Jelas. Mustahil rasanya jika ia bukan seorang rasul. Ia baik kepada semua orang tua dan muda, begitu pula budi pekerti dan akhlaknya sangat mulia. Satu hal lagi yang perlu kauketahui, ia sangat tabah menghadapi apa pun yang terjadi padanya. Ia mempunyai daya tarik yang hebat sekali.”
“Aku tidak habis mengerti terhadapmu, Abu Jahal sahabatku,” tandas Abu Dzar, “kaubilang bahwa kauyakin kemenakanmu itu adalah seorang rasul.”
“Yakin betul. Aku tidak pernah meragukannya sedikit pun,” tegas Abu Jahal.
“Apakah kaupercaya bahwa ia benar?” tanya Abu Dzar kembali.
“Lebih dari sekadar percaya,” Jawab Abu Jahal.
“Tapi engkau melarangku untuk menemuinya …,” tanya Abu Dzar masih dengan keheranan.
Abu Jahal menjawab “Begitulah ….”
“Lalu, apakah engkau mengikuti ajaran agamanya?”
Abu Jahal tersentak dengan pertanyaan sang sahabat. “Ulangi sekali lagi pertanyaanmu …,” pinta Abu Jahal.
“Apakah engkau mengikuti agamanya menjadi pemeluk Islam?” Abu Dzar kembali mengulangi pertanyaannya seperti permintaan Abu Jahal.
Tidak bisa mengelak, Abu Jahal berkilah, “Sahabatku, sampai kapan pun aku tetap Abu Jahal. Aku bukanlah orang gila. Aku masih waras. Berapa pun kaubayar aku, aku tidak akan menjadi pengikut Muhammad!”
Abu Jahal melanjutkan, “Meskipun aku yakin bahwa Muhammad itu benar, aku tetap akan melawan Muhammad sampai kapan pun. Sampai titik darah penghabisanku.”
“Apa sebabnya?” tanya Abu Dzar.
“Kautahu sahabatku, jika aku menjadi pengikut kemenakanku sendiri, kedudukan dan wibawaku akan hancur. Akan kuletakan di mana mukaku di hadapan bangsa Quraisy?”
Abu Dzar menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tidak percaya akan pemikiran sahabatnya, ” Pendirianmu keliru, sahabatku.”
“Aku tahu aku memang keliru,” ujar Abu Jahal.
Abu Dzar mengingatkan sahabatnya, “Kelak, engkau akan dikalahkan oleh kekeliruanmu.”
“Baik, biar saja aku kalah. Bahkan, aku tahu diakhirat kelak akan dimasukkan ke dalamneraka jahanam. Namun, aku tidak mau dikalahkan Muhammad di dunia walaupun di akhirat sana aku pasti dikalahkan,” jawab Abu Jahal sambil berlalu meninggalkan Abu Dzar yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Abu Jahal tetap dalam pendiriannya. Ketika Perang Badar berlangsung, ia ditanya oleh Akhnas bin Syariq, “Hai, Abu Jahal! Di sini hanya kita berdua dan tidak ada orang lain, ceritakanlah tentang diri Muhammad, apakah benar dia itu orang yang jujur atau pendusta?”
“Demi Tuhan! Sesungguhnya Muhammad itu adalah orang yang benar dan tidak pernah berdusta!“
=========== =============== ================= ============
Wallahu’alam bish shawwab.
Diambil dari :
http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/pengakuan-abu-jahal.html#comment-form

Khubaib bin Adi

Khubaib bin Adi, mujahid yang syahid di tiang salib.

Pada tahun ke 3 hijriyah, beberapa utusan dari kabilah ‘Udal dan Qarah mendatangi Rasulullah saw. Mereka mengabarkan bahwa mereka telah mendengar tentang Islam . Untuk itu mereka  meminta Rasulullah agar mengirim utusan supaya mereka bisa mempelajari Islam dengan lebih baik lagi.
Maka Rasulullahpun mengutus 10 sahabat untuk memenuhi permintaan tersebut. Rasulullah menunjuk Ashim bin Tsabit sebagai amir mereka.  Namun di suatu tempat di antara ‘Usfan dan Mekkah, kelompok kecil ini diintai oleh sekitar 100 pemanah dari bani Lihyan.  Mengetahui hal tersebut, Ashim segera memerintahkan teman-temannya agar segera berlindung ke sebuah bukit kecil di sekitar daerah tersebut.
Sebenarnya Ashim dan kawan-kawan berhasil mengelabui pasukan pemanah Musryik tersebut. Namun Allah swt berkehendak lain. Biji-biji kurma Madinah, bekal yang mereka bawa dari Madinah dan  tercecer di sepanjang perjalanan, memberi petunjuk keberadaan rombongan Ashim. Akhirnya ke sepuluh sahabat itupun terkejar.
“ Kami berjanji tidak akan membunuh seorangpun diantara kalian jika kalian menyerah”, teriak salah seorang Musyr ik  yang mengepung mereka.
“ Kami tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah, sampaikan berita kami kepada Nabi-Mu”, balas Ashim tegar.
Maka rombongan Musyrik itupun menyerang dan berhasil membunuh Ashim dan 6 sahabat lain hingga tinggallah Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsinah dan seorang sahabat. Orang-orang musyrik itu kemudian menangkap dan mengikat ketiganya.
Namun sahabat yang tidak diketahui namanya itu kemudian memberontak sambil berteriak : “ Ini adalah pengkhianatan pertama !” serunya sambil berusaha melawan. Maka syahidlah ia. Selanjutnya Khubaib dan Zaid dibawa ke Mekah dan dijual sebagai budak.
Sementara itu, bani al-Harits yang selama ini menyimpan dendam kesumat terhadap Khubaib mendengar berita tertangkapnya Khubaib. Rupanya nama Khubaib  telah mereka hafal luar kepala karena Khubaiblah yang membunuh  Harits bin Amir, seorang pemuka Mekah, pada perang Badar. Maka dengan penuh antusias Khubaibpun mereka beli.
Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota al-Harits. Setiap hari sahabat Anshar  yang dikenal bersifat bersih, pemaaf, teguh keimanan dan taat beribadah ini harus menerima siksaan. Hingga suatu hari salah seorang putri keluarga tersebut berteriak terkejut , memberitakan bahwa budak sekaligus tawanan mereka sedang santai dan tenang-tenang memakan buah anggur. Padahal buah tersebut sedang tidak musim di Mekah dan Khubaibpun diikat tangannya dengan rantai besi!
“ … … … . Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab”.(QS.Ali Imran(3):37).
Ya itulah yang terjadi pada diri Khubaib, hamba Allah yang senantiasa bertasbih pagi dan petang, mendirikan shalat di malam hari dan berpuasa di setiap siangnya. Khubaib tidak pernah putus asa dari mengharap pertolongan dan perlindungan Sang Khalik.
Mengetahui hal ini, dengan tujuan untuk menakuti-nakuti, keluarga al-Harits segera menceritakan bahwa saudara sekaligus sahabat Khuabib, Zaid yang juga dibeli keluarga Mekah lainnya, telah dieksekusi. Ia telah dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur hingga tembus ke dadanya ! Astaghfirullah halladzim ..
Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak berhasil membuat hati Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya.  Sebaliknya hal ini justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap ketentuan-Nya. Akhirnya keluarga al-Haritspun putus asa. Mereka memutuskan untuk segera mengeksekusi tawanannya yang tegar itu.
Namun sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan melakukan shalat terlebih dahulu. Maka shalatlah Khubaib 2 rakaat. Usai shalat, Khubaib menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil berkata : “Seandainya bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah jumlah rakaat shalatku”. Inilah shalat sunnah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan menghadapi kematian.
Kemudian Khubaib melantunkan sebuah puisi :
Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan ada dalam ridla dan rahmat Allah
Dengan jalan apapun kematian itu terjadi
Asalkankerinduan kepada-Nya terpenuhi
Kuberserah menyerah kepada-Nya
Sesuai dengan taqdir dan kehendak-Nya
Setelah itu Khubaibpun disalib pada sebuah tiang. Lalu tanpa sedikitpun rasa belas kasih pasukan pemanah menghujaninya dengan anak panah.  Dalam keadaan demikian,   seorang pemuka Quraisy menghampirinya dan berkata : “ Sukakah engkau bila Muhammad menggantikanmu sementara kau sehat walafiat bersama keluargamu?” .
“ Demi Allah, tak sudi aku bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan dunia sementara Rasulullah terkena musibah walau oleh sepotong duri !”, jawabnya sontak, seolah tersengat aliran listrik ribuan watt.  Sebuah jawaban yang persis dikatakan Zaid menjelang kematiannya.
“ Demi Allah, belum pernah aku melihat manusia lain, seperti halnya sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad “, itu yang dikatakan Abu Sufyan suatu hari mengenai para sahabat.
Maka tanpa ampun lagi, pedang sang algojopun menghabisi  Khubaib. Namun sebelumnya, Khubaib sempat berucap kepada Tuhannya: “
“Ya Allah kami telah menyampaikan tugas dari Rasul-Mu, maka mohon disampaikan pula kepadanya esok, tindakan orang-orang itu terhadap kami “.

Setelah itu orang-orang  Musryik meninggalkan tubuh Khubaib dalam keadaan tetap tersalib di tiangnya. Sementara  burung-burung buas pemangsa yang sejak tadi telah berputar-putar menanti mangsanya tiba-tiba juga meninggalkannya. Rupanya Sang Khalik tidak ridho hamba-Nya yang taat itu menjadi mangsa burung-burung.
Demikian pula doa yang dipanjatkan seorang hamba kepada Sang Pemilik dalam keadaan pasrah dan ridho pada ketetapan-Nya. Tampak jelas bahwa Sang Khalik tidak tega menolaknya. Itu sebabnya, Rasulullah yang ketika itu berada di Madinah secara mendadak mengutus Miqdad bin Amar dan Zubair bin Awwam untuk segera menyusul   ke tempat Khubaib disalib. Padahal ketika itu tak seorangpun orang Madinah yang mengetahui peristiwa nahas tersebut. Allahuakbar ..
Setiba di tempat yang dimaksud, Khubaib telah tiada. Senyum kedamaian tergurat di wajahnya. Dengan menahan kedukaan yang mendalam kedua utusan tadi kemudian melepaskan sang mujahid dari tiang salib kemudian membawa dan memakamkannya di suatu tempat yang hingga detik ini tak seorangpun mengetahuinya.  Sebuah fenomena yang mirip pada apa yang terjadi pada diri nabi Isa as 14 abad sebelumnya. Tak ada sesuatupun yang mustahil bagi-Nya.
“ (Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya“. (QS.Ali Imran(3):55).
Itulah cara Sang Khalik mengabulkan doa hamba-Nya yang takwa agar dijauhkan dari tangan orang kafir. Karena sebenarnya pemuka kaum Musyrik Mekah telah menyuruh utusan agar mereka dikirimi bagian tubuh Khubaib sebagai bukti bahwa Khubaib telah di-eksekusi ! Allahu Akbar ..
“  Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”.(QS.Ali Imran(3):54).
Salam sejahtera wahai mujahid sejati !

Tuesday 19 March 2013

Kamu itu Edelweiss



















Sekuntum Rindu, Buat Kamu...

Belom sempet ketulis

Monday 18 March 2013

Ujungan Yang Berujung

Romananya, sumpamanya kalu anak sekarang ditanya : “tau su’al ujungan apa kagak ?”. Ane yakin, dia cumen melongo, melegeg, godég, nyengir sebaru ngomong dah “…lah, kaaaagak, denger aja baru sekarang”. Mending kalu dia mao balik nanya : “émang ujungan itu apaan si ?”. Itu masi bagus, ampélagi kalu nanyanya sebaru maksa lantaran bener-bener péngén tau. Biasanya, paling banter cumen nyengir doang, udah dah ngeléos. Tapi pagimana lagi, nyeng muda juga kagak bisa disalain, ampélagi nyeng tua, nyeng émang ngeranapin tempo-tempo di mana ujungan masi nyohor ama masi jadi andelan bangat di ilayah orang betawi, ampélagi orang betawi di bekasi utara.
Sebenernya, ana sendiri cumen inget latap-latap sual ujungan ini. Lantaran pas ane mulain gedé, ujungan udah mulain langka. Selaén udah jarang nyeng minta diadain di acara-acara khusus, Ujungan juga udah mulain dilarang, sabab katanya kebiasaan ini bisa nimbulin bahaya buat nyeng maénin ujungan, ditambah lagi katanya pemeréntah setempat juga ngikut latahan dongan cara nerbitin peraturan pemeréntah sual Larangan Ujungan ini (sayangnya, ane belom dapet keterangan sual itu peraturan. Buat mamang-mamang nyeng ada di Pemeréntahan, Ada nyeng tau ?).

“Hampir tidak pernah ditemukan lagi pertandingan seni ketangkasan Ujungan di Jakarta maupun daerah-daerah lain di Jawa Barat. Di Betawi dan sekitarnya sendiri praktis punah setelah pada tahun 1960 pemerintah melarang seni ketangkasan Ujungan ini, karena dianggap permainan yang keras dan sadis” (Ridwan Saidi, Glosari Betawi-iv).

”Sampai tahun 80an, di daerah Babelan dan sekitarnya kita masih bisa menyaksikan Ujungan. Biasanya digelar pada hari-hari besar, seperi pernikahan, perayaan adat dan lainnya. Tapi sekarang nyaris sudah tidak ada”. Kata Herry, salah satu anak  jawara Ujungan.
(http://jelajahbekasi.com/?p=707).

Dari sekéan banyak seni ketangkasan di Nusantara nyeng maké unsur beladiri di dalemnya, romananya cumen Ujungan aja nyeng kecatet secara arkeologi. Dalem artefak ama gerabah nyeng ditemuin di Babelan, Bekasi, nyeng ngejelasin su’al udah adanya pemukiman di permulaan abad masehi di daerah itu.
Seni ketangkasan Ujungan merupakan paduan dari tiga macem seni nyeng ada di dalemnya, seni musik (Sampyong), seni tari-silat (Uncul), ama seni bela diri tongkat (Ujungan). Boleh dikata kalu tiga jenis seni ini merupaken seni tertua nyeng pernah ditemuin, bareng ama keberadaan kerajaan Salakanagara (130 M) nyeng berdasar ama naskah kuno Wangsakerta sebagé kerajaan pendahulu kerajaan-kerajaan gedé di Jawa Barat, kemasuk seni beladiri pencak silat, cumen sayang bangat kagak disebutin sual aliran silat apa nyeng dipake.
Dalem naskah kuno Wangsakerta, cumen disebutin sual adanya Aki Tirem Sang Luhur Mulya sebagé pengulu kerajaan Salakanagara nyeng pinter bekelai atawa warakas atawa sakti, kebukti cumen dongan kekuatan 20 orang pasukannya dapet ngalahin 100 orang bajak laut. (Pustaka Rajya-Rajya Bhumi NusantaraI 1:103-104). Titik terang sual aliran silat paling tua nyeng disebutin tadi, baru liwat tulisan sejarawan ama budayawan Betawi, Alwi Shahab, nyeng nyebut Syahbandar pelabuan Sunda Kelapa, yaitu Wak Item nyeng pinter maénin silat aliran Syahbandar tempo ngadepin serangan 1546 pasukan Fatahillah taun 1527, cumen sual ini perlu penelitian nyeng lebih lanjut (http://www.Alwishahab.wordpress.com).

Ampir di sunggal leba di Jawa Barat, kemasuk Banten ama Betawi ditemuin seni ketangkasan Ujungan ini, walipuna dongan nama nyeng laén-laén, ampélagi di luar ilayah ini gé ditemuin kesenian nyeng serupa. Di Cirebon, seni ketangkasan ini cumen disebut sebagé Sampyong. Sampyong, kayak nyeng dikenal dalem seni ketangkasan Ujungan di Betawi ama Bekasi, adalah tabuh-tabuan semacem gambang nyeng dibikin dari kayu nyeng dipotong kasar, artinya kulit di leba luar batang kayu kagak dibuang. Potongan kayu nyeng ukurannya beda-beda itu diiket di tali, kumdian réncéngan potongan kayu itu ditaro di atas dua batang bambu nyeng melintang. Potongan kayu dongan ukuran beda-beda merupaken ukuran tangga nada nyeng diasilin, Mingkin pendek ukuran potongan kayu, mingkin tinggi juga suaranya. Sampyong merupaken waditra, atawa irama seni musik nyeng ngiringin tari bebentuk ibing pencak silat nyeng disebut Uncul. Mingkin lama, perkembangannya di sebagian daerah Jawa Barat kedudukan Sampyong digeser ama gamelan pencak silat nyeng umum. Musik nyeng ngiringin Uncul sama halnya ama musik pengiring pencak silat, semacem tepak dua, paleredan, ama pongpang atawa padungdung. Ampélagi di desa Balerante Palimanan, Cirebon, pimpinan Abah Kasun, cumen maké Genjring Santri dongan cumen maké empat genjring (semacam rebana) ama satu dogdog (bedug) aja.

Ada juga lagi Ujungan (namanya juga sama) nyeng dijadiin tradisi minta ujan nyeng bekembang di kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Tradisi taunan ini merupaken olahraga beladiri adu pukul nyeng dilakonin ama sepasang lakian dewasa maké rotan buat alat pukulnya. Ritual nyeng dipimpin ama Wlandang (wasit) ini biasanya diadain pas waya musin kemaro panjang. Di musin ini petani butuh bangat ama aér manting ngaérin sawah-sawahnya juga manting minum binatang piaraannya semacem sampi, kebo, kambing ama nyeng laén-laennya. Katanya, supaya ujan gasik turun, pemaén ujungan di sini kudu bikin banyak pukulan ke lawannya sampé ngeluarin darah. Sumpama mingkin banyak darah nyeng kuar lantaran pukulan, entak-anu mingkin gasik juga ujan bakal turun. Tradisi nyeng diadain pas waya mangsa kapat (ke empat) ama Kamo (kelima) di musin kemaro ini, pemaénnya kudu lakian dewasa nyeng bisa nahan sakit lantaran kepukul rotan atawa nahan sakit pas bebenturan ama lawan.
Kalu kata orang-orang situ, tradisi ujungan ini nimbul dari sebelon Belanda dateng ke Indonesia. Di waya itu, tujuan diadainnya tradisi Ujungan adalah buat minta ujan ama Tuhan. Cumen, lantaran waya itu Indonesia dijajah Belanda, mangkanya tradisi Ujungan ini kumdian dijadiin sebagé sarana latian beladiri manting membina mental ama fisik para pejuang. Tradisi ini juga dikit banyaknya ngikut ngelahirin pejuang-pejuang bangsa nyeng pemberani. Kumdian pada taun 1950-an, tradisi Ujungan bekembang sebagé ajang nyari juwara beladiri. Sapa-sapa nyeng bisa ungkulan menangin pertarungan Ujungan ini, status sosialnya di masyarakat bakal naék. Lantaran itulah banyak orang nyeng minat jadi pemaén Ujungan, baék dari Banyumas atawa juga daerah-daerah laén di sekitarnya.

Tradisi ini didemenin ama juwara silat dari leba Betawi, Tanjung Priok, Cakung, Tambun, Cikarang ama laén-laénnya. Seiring ama jalannya waktu, tradisi Ujungan cumen bekembang jadi seni pertunjukan hiburan biasa. Walipuna begono, ketentuan-ketentuan peraturan maénan Ujungan masi tetep angger nginduk ama Ujungan jaman awal nimbulnya tradisi ini, baék rotan nyeng dipaké buat alat mukul atawa juga Wlandang pertunjukan. Rotan nyeng dipaké kudu punya tingkat kelenturan nyeng cukup baék, dongan panjang kira-kira 40-125 cm ama diameter kira-kira 1,5 cm. ketentuan rotan nyeng disyaratin kayak ini punya tujuan buat ngurangin rasa perih sumpama disabétin ke badan. Kalu Wlandang, dia kudu punya keterampilan élmu beladiri nyeng tinggi. Ini dimaksudin yagén bok-bok salah satu pemaén Ujungan kagak puas ama asil keputusan wasit lantas entak-anu mao nyoba ngelawan wasit, wasit juga kudu berani nerima tantangan itu.

Ujungan merupaken tradisi nyeng nggabungin tiga jenis seni, yaitu seni musik (sampyong), seni tari-silat (Uncul) ama seni beladiri tongkat (Ujungan). Keistimewaan laén nyeng ada dalem tradisi Ujungan adalah adanya sikap ngejunjung tinggi niléi sportivitas, persodaraan, rasa nasionalisme ama semanget patriotisme sebagé generasi penerus bangsa.

SampyongPertunjukan Ujungan selalu diiringin ama tabuh-tabuhan nyeng disebut Sampyong, semacam gambang nyeng dikeja dari kayu nyeng dipotong-potong. Mingkin pendek ukuran potongan kayu, mingkin tinggi juga suaranya. Potongan kayu ini kumdian diatur di atas bambu melintang. Nada Sampyong ini rada nyanter lantaran merupaken asil dari suara nyeng dipantulin ama bambu nyeng melintang itu.

Uncul
Seni tari-silat Uncul adalah pertunjukan pendahuluan sebelon Ujungan dimulain. Uncul merupaken wiyaga, atawa pengibing (pertunjukan pengiring sebelon pertandingan) pencak silat nyeng ngawalin dibukanya laga tanding seni ketangkasan Ujungan. Pemaén Uncul merupaken pemaén pertama nyeng bakal belaga di Ujungan. Wiyaga ngerangkep jadi pemaén, lantaran sering wiyaga nyeng ngunjukin ibing pencak silatnya jalan ngider ke arah penonton sebaru nantang. Kalu ada orang nyeng masup nerima tantangan, kumdian Ujungan bakal dimulain. Penonton nyeng mao jadi lawan pemaén Uncul merupaken calon pemaén kedua dalem pertandingan Ujungan. Penonton nyeng nerima tantangan itu kumdian masup ke dalem arena pertunjukan, tapi kalu kagak ada nyeng nerima tantangannya, entak-anu wiyaga tadi bakal keluar. Begono seterusnya sampé ada seorang petarung nyeng dianggap sebagé juwara Ujungan sumpama kagak ada lagi nyeng berani nantang.
Ujungan biasanya dimaénin ama sepasang lakian dewasa, tapi kagak jarang juga dimaénin ama lima pasang pemaén baren-bareng. Tradisi ini juga punya peraturan-peraturan permaénan nyeng kagak boleh diléngkar. Peraturan itu contonya, pemaén Ujungan cumen dibolehin mukul pas leba pinggang ke bawah kacawali pas leba kemaluan. Sasaran pukul nyeng disaranin adalah tulang kering ama mata kéok. Maksudnya supaya para peserta Ujungan kagak dapet cidra nyeng nyilakain. Kemenangan dalem pertarungan ini diniléi dari banyaknya bekas luka nyeng bebekas di badan. Kalu mingkin banyak bekas pukulan nyeng bebekas di badan itu pemaén, romannya itu pemaén bisa dikata bakalan kalah (http://www.wisatamelayu.com).

Ujungan
Ujungan merupaken acara puncak dari tiga rérodan kesenian nyeng ditampilin dari seni ketangkasan Ujungan.  Seni ini nimbul dari kebiasaan juwara silat pas wayanya milih ama nyaring sapa-sapa nyeng paling ungkulan. Ada juga nyeng ngarti’innya sebagé pertandingan antara juwara silat dalem ngadu kekedotan badan, supaya dapet tempat ama status sosial di masyarakat. Juwara-juwara nyeng belaga ditatab ngadu pukulan tungked rotan maké silat dari “maénannya” déwék-déwék, ujungnya bakal diambil satu juwara nyeng paling dikit dapet pukulan ama paling banyak mukul atawa dapet ngungkulin lawannya.  Cumen belakangan, Ujungan kagak lagi dipaké buat nyaring juwara nyeng paling ungkulan, tapi cumen jadi hiburan rakyat doang.
Dalem khasanah ilmu beladiri moderen, Ujungan bisa dimasupin ke dalem rambuan Seni bela diri bertongkat atawa nyeng dikenal stick fighting nyeng diarti’in seni bela diri tongkat, tumpul, senjata genggam, nyeng semuanya dibikin dari bahan kayu atawa semacemnya buat keperluan pertarungan semacem toya (tungked panjang), tungked buat alat bantu manula, stick sepanjang 40-70cm atawa nyeng semacemnya (Wikipedia Indonesia).

Di Bekasi déwék, ada Ki Dalih (83 tahun) atawa congga dipanggil Baba Dalih, praktisi ama mantan juwara Ujungan Betawi di taun 50-an. Pertandingan Ujungan nyeng beliau pernah ikutin seputeran leba Cakung, Tanjung Priok, Tambun, Cikarang ampé kria’an taunan Pehcun di Tanggerang. Maké andelan aliran silat Pi Atu nyeng dipelajarin dari Uwak H. Beton, Ki Dalih ama almarhum H. Raisan (sesepuh Bojong Rawalele) sempet ngerajain laga Ujungan di Betawi ampé sekupengannya. Bekes-bekes anteman ujung rotan lawannya di tulang kering Ki Dalih masi danta keliétan (http://njowo.multiply.com/journal/item/206).

ALAT NYENG DIPAKÉ

Tungked
Tungked nyeng dipaké kapranya maké rotan tapi ada juga nyeng make batang tebu, kayak nyeng dipaké ama Sanggar Lam Alif di Cirebon. Ukuran panjang rotan Ujungan punya ukuran macem-macem, kagak ada ukuran baku dari rotan nyeng dipaké. Ukurannya kira-kira 40-125 cm, kapranya di daerah Betawi ama sekiternya maké rotan be’ukuran 70 cm, dongan diameter segede lengen orok (-/+ 1,5cm). Rotan nyeng dipaké kudu dipilih nyeng bener-bener cakep (cakep artinya bisa diliét dari pagimana lengkungan rotan pas dipukulin ke kaki atawa awak lawan), polos kagak dilapisin apa-apa manting tempat pegangan. laén ama waya-waya mulain nimbulnya Ujungan nyeng mana ujung rotan sengaja dilapisin ama peca’an batu atawa logam nyeng niatnya supaya bisa bikin lawan luka. Di laén-laen tempat di Cirebon, rotannya sering juga diselipin behel atawa selembar barang nyeng dipaké manting jimat (kapranya dibikin dari kulit kijang, kulit macan, kaén atawa kertas nyeng diselipin rajah atawa isim nyeng dipercayain bisa ngelindungin atawa ngurangin berasa sakit taro-kata kepukul).

Boboto/Juru Garis/Wasit
Adanya Wasit/Juru Garis atawa nyeng di Betawi ama sekupengnya disebut Boboto diperluin bangat, kapranya Boboto diambi dari sesepuh nyeng punya disegenin di leba situ. Boboto juga kudu bisa silat nyeng maénannya rada lebih dibandingin nyeng laén. Biasanya dipilih dari guru-guru silat. ini emang diperluin bangat lantaran orang-orang nyeng belaga kebanyakan juwara, jadi supaya bisa ngedombanin bok-bok juwara-juwaranya kagak kedombanan entak-anu jadi pada bekelai beneran.
Boboto mimpin pertandingan sebaru maké tungked nyeng lebih panjang. Tungked dipaké manting ngeja garis di tanah nyeng jadi bates ringgenan lapangan tempat belaga, itu tungked juga bisa dipaké buat misahin peserta nyeng lagi belaga. Di laén-laen tempat ada juga Boboto nyeng maké selendang panjang buat alatnya.

Aturan Pertandingan Ujungan
Pertandingan nyeng diadain di Betawi ama sekiderannya, nyeng udah-udah biasanya dilakonin ama dua orang juwara, tapi ada juga maké sampé lima jawara sekalian. Dua  jawara nyeng pada be’adepan musti beda kampung ama sama-sama kagak kenal, artinya kagak ada sangkutan apa-apa. Dua-duanya juga kudu belon-tau amprokan di pertandingan-pertandingan sebelonnya. Ini dimaksudin supaya jangan sampé ada dendem, ampélagi buat juwara nyeng udah-tau kalah sebelonnya.

Arena Pertandingan Ujungan
Arena pertandingan adanya di tanah nyeng dibikinin garis make tungked Wasit atawa Boboto. Bentuknya kagak ada aturan nyeng danta, bisa jadi bunder atawa kotak. ukurannya 5-10 meter diliét dari lebar tanah nyeng dipaké. Juwara nyeng kuar dari garis arena bisa ngurangin itungan, bisa jadi dianggep kalah. Kuar garis arena juga dianggep nyerah atawa kagak mao nerusin pertandingan.

Sasaran pukul
-          Daerah Betawi ama sekiderannya punya aturan sasaran, nyeng boleh dipukul di leba depan awak adalah dari pinggang ke bawah, kacuali leba kemaluan. Sasaran nyeng paling diincer yakni tulang kering ama mata kéok lawan, baék nyeng kanan atawa nyeng kéré. Di leba laén di Jawa Barat cumen kaki sebates dengkul nyeng jadi inceran. Peserta dibolehin milih, make baju atawa telanjang.
-           Sikut sampé ujung geriji dari tangan nyeng megang tungked.
-           Leba awak belakang, pundak ke bawah buat lawan nyeng lari ngindarin balesan.
-        Bekes pukulan di awak atawa kaki nyeng disebut “balan”, nentuin bangat menang kalahnya si juwara dalem pertandingan. banyaknya balan di’itung Boboto dari sunggal juwara nyeng betanding manting nentuin nyeng menang.

Ukuman dari Pelanggaran
-           Di’ingetin kenceng, sumpamanya, mukul leba sekiter kemaluan, pala ama nyolok mata maké tungked.
-           Dikuarin dari arena pertandingan.
-           Dinyatain kalah.
-       Dilarang ngikut pertandingan lagi kapan ama dimana aja (masyarakat nyeng ngdombanin seni ini pada jadi saksi ama pengamat di pertandingan selanjutnya).
-           Juwara belon bisa dikata kalah sumpama tungketnya kontal, pas ini waya, pencak silat tangan kosong dipaké. Selanjutnya, kekalahan ditentuin dari sapa nyeng lebih duluan jatoh duduk.

Pelestarian Seni Ketangkasan Ujungan ini mustinya perlu jadi perhatian manting nyeng pada demen ama nyeng pada ngelakonin silat tradisional, sabab kalu ngingetin umur Ujungan itu déwék nyeng ngelebi’in adanya aliran pencak silat paling tua di Betawi ama Jawa Barat khususnya ama Indonesia jamaknya. Bedasar dari pemikiran itu, pantes apa kagak kalu seni ketangkasan Ujungan ini disebut bongkotnya pencak silat……?

Ujungan sekarang udah kagak ada lagi. Kagak ada usaha dari Pemeréntah buat ngidupin ama ngelestari’in Ujungan lagi. Sabab, Ujungan pada dasarnya nanemin semanget sportivitas ama rempugan. Selaén itu juga punya gerakan-gerakan cakep maénan tungked, mingkin sedep lagi lantaran diiringin ama tabuh-tabuan. Ujungan, ni ari udah sirep, kegusur ama bela diri nyeng dateng dari luar negeri macem Karate, Taekwondo, Wushu, Capoerra ama nyeng laén-laén.

Ni ari, kalu mao diubek, masi ada orang-orang tua nyeng bisa ditanyain sual Ujungan ini, dan ana yakin, beliau-beliau juga masi mao ngajarin sumpama ada orang-orang muda nyeng bener-bener niat péngén belajar, ampélagi kalu niatnya manting diturunin ke nyeng laén. Ana juga yakin, kalu kita mao, Ujungan juga bisa dibangunin lagi. Kalu émang cumen pekara kerasnya itu maénan, semuanya bisa diakalin. Contonya, kalu alat nyeng dipaké dulunya dari rotan, sekarang bisa diganti ama bahan nyeng lebih empuk ama kagak bakalan bikin luka nyeng bisa bikin cilaka atawa ninggalin bekes di awak, cumen jogrogannya kudu tetep sama ama nyeng aslinya. Itu kalu buat tujuan ngelestariin budaya sumpamanya mao ditanggap di acara-acara khusus, ukan kayak jaman dulu nyeng niatnya buat nyari atawa nyaring juwara. Romananya, kalu mao diantegin dari waya gini, semuanya masi bisa kecandak, kagak tau dah kalu lima atawa sepuluh taun ke depan.
Ujungnya, kagak ada niat laén ngumbar ini tulisan. Cumen atu arepan, Ujungan kagak bener-bener kalis bangat dari bagéan budaya orang betawi, ampélagi kalu ada nyeng tegerak atinya buat ngebangunin lagi Ujungan nyeng masi tidur di dalem gerobog pangkéng kumpi-kumpi…

ENTUKAN :                                                                                                       

1.   Disaring dari banyak entukan, sumpama contonya nanya-nanya ama Ki Dalih di Bekasi (nyeng ngelakonin Ujungan ama Jawara Silat aliran Pi Atu Betawi taun 50-an) (http://njowo.multiply.com/journal/item/206).
2.       Ridwan Saidi, Glosari Betawi-iv
3.       Wikipedia Indonesia
4.       http://www.wisatamelayu.com
5.       http://www.Alwishahab.wordpress.com
6.       http://jelajahbekasi.com/?p=707
7.       http://njowo.multiply.com/journal/item/206
8.       http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/11/maen-ujungan/

Goresan Penuh Makna

Tak bisa menangis

Sunday 10 March 2013

Gusdur


Ketika Gus Dur terkena stroke tahun 1998 lalu, banyak orang mencoba membantu dengan berbagai cara, termasuk dengan pengobatan alternatif. Salah satu pengobatan alternatif yang dicoba oleh Gus Dur adalah dengan pemijatan.
Adalah Dr Bina Suhendra, salah seorang Tionghoa pengagum Gus Dur memperkenalkan seorang tukang pijit asal Bali, yang terkenal bisa menyembuhkan penyakit stroke dengan memijit.
Akhirnya, ahli pijat ini didatangkan dari Bali, seorang ibu-ibu yang sudah cukup berusia. Ia memijat Gus Dur pada bagian-bagian yang memerlukan penanganan karena kondisi syaraf yang lemah.
Ditengah-tengah memijit kaki Gus Dur, tiba-tiba ibu tadi terlempar jatuh dan tangannya merah membara seperti habis terkena setlika. “Ia menjerit-jerit kesakitan, minta dicarikan bawang merah dan digosok-gosokkan ke tangannya untuk mengurangi panasnya,” kata Doktor kimia lulusan Jerman ini.
Sang ibu tadi bilang, ada makhluk lain dalam tubuh Gus Dur yang menganggu, dan ia tidak bisa mengalahkannya sendirian. Karena itu, ia berencana meminta bantuan anaknya yang tinggal di Lombok, yang juga memiliki kemampuan spiritual.
Beberapa waktu kemudian, pasangan ibu dan anak tersebut datang kembali. Gus Dur diobati dan dimandiin secara spiritual. Lalu kedua orang tersebut bertarung dengan makhluk halus yang mengganggu Gus Dur. Akhirnya, seekor srigala, yang sudah tertatih-tatih dengan tubuh penuh luka keluar.
Lalu orang tersebut bertanya kepada Gus Dur. “Ini dibunuh atau dikembalikan kepada orang yang mengirim santet”
“Bagi saya yang paling penting adalah jawaban Gus Dur. Beliau bilang, jangan dibunuh, biarin saja, yang penting sudah keluar. Ini yang membuat saya terkesan dengan beliau sebagai orang besar,” kata Bina Suhendra yang sekarang menjadi bendahara umum PBNU ini.
Pada hari kedua dalam proses pengobatan, satu makhluk halus keluar lagi dan Gus Dur kembali berpesan agar tidak dibunuh.
Rupanya, srigala yang dikalahkan pada hari sebelumnya dibunuh karena bandel dan Gus Dur ternyata juga tahu kejadian tersebut.  (mkf)
Sumber : NU Online
3









Jazirah Arab merupakan daerah yang tandus dan panas sehingga melakukan perjalanan yang melewati padang pasir merupakan sesuatu yang menyiksa yang menjadi perjuangan berat dan butuh persiapan fisik dan mental yang prima.
Salah satu tanda kenabian Muhammad adalah ketika ia mengikuti misi dagang dari Makkah ke Syam, sekarang daerah Damaskus, bersama pamannya Abu Thalib. Sepanjang perjalanan tersebut Muhammad selalu dinaungi oleh awan sehingga tidak kepanasan.
Gus Dur, tentu saja jangan dibandingkan dengan Nabi Muhammad, pernah mengalami fenomena keajaiban alam yang juga luar biasa ketika ia berada di Makkah untuk menjalankan ibadah haji tahun 1994 lalu.
Kiai Said Aqil Siroj yang mendampingi Gus Dur mengisahkan, waktu itu rombongan haji sudah ada di Arafah. Kemudian Gus Dur bertiga, dengan Kang Said dan Sulaiman, asisten pribadi Gus Dur, memisahkan diri menjauhi perkemahan untuk berdoa di suatu tempat.
Mereka bertiga berdzikir panjang ditengah udara gurun pasir yang panas sehingga keluar keringat yang banyak. Untungnya ada awan yang berada diatas mereka yang melindungi pancaran sinar matahari langsung.
Ditengah-tengah dzikir tersebut, tiba-tiba awan tersebut menyibak dan satu cahaya kecil menerobos langsung mengenai tubuh Gus Dur sementara dua orang yang mengiringinya tidak terkena sinar tersebut. Gus Dur yang memimpin dzikir meneruskan dzikirnya sementara mereka berdua hanya bisa saling berpandang mata sambil terdiam dan ternganga.
“Kelihatan sekali ada mego (awan) membuka, ada cahaya yang ke Gus Dur, ini saya tahu sendiri. Kalau diceritakan sulit, karena orang pasti tidak percaya,” kata Kang Said.
Tapi setelah kejadian tersebut, Kang Said tidak menanyakan masalah itu. Menurutnya, jika pun ditanya, Gus Dur pasti jawabnya ringan-ringan saja. (mkf


Jazirah Arab merupakan daerah yang tandus dan panas sehingga melakukan perjalanan yang melewati padang pasir merupakan sesuatu yang menyiksa yang menjadi perjuangan berat dan butuh persiapan fisik dan mental yang prima.
Salah satu tanda kenabian Muhammad adalah ketika ia mengikuti misi dagang dari Makkah ke Syam, sekarang daerah Damaskus, bersama pamannya Abu Thalib. Sepanjang perjalanan tersebut Muhammad selalu dinaungi oleh awan sehingga tidak kepanasan.
Gus Dur, tentu saja jangan dibandingkan dengan Nabi Muhammad, pernah mengalami fenomena keajaiban alam yang juga luar biasa ketika ia berada di Makkah untuk menjalankan ibadah haji tahun 1994 lalu.
Kiai Said Aqil Siroj yang mendampingi Gus Dur mengisahkan, waktu itu rombongan haji sudah ada di Arafah. Kemudian Gus Dur bertiga, dengan Kang Said dan Sulaiman, asisten pribadi Gus Dur, memisahkan diri menjauhi perkemahan untuk berdoa di suatu tempat.
Mereka bertiga berdzikir panjang ditengah udara gurun pasir yang panas sehingga keluar keringat yang banyak. Untungnya ada awan yang berada diatas mereka yang melindungi pancaran sinar matahari langsung.
Ditengah-tengah dzikir tersebut, tiba-tiba awan tersebut menyibak dan satu cahaya kecil menerobos langsung mengenai tubuh Gus Dur sementara dua orang yang mengiringinya tidak terkena sinar tersebut. Gus Dur yang memimpin dzikir meneruskan dzikirnya sementara mereka berdua hanya bisa saling berpandang mata sambil terdiam dan ternganga.
“Kelihatan sekali ada mego (awan) membuka, ada cahaya yang ke Gus Dur, ini saya tahu sendiri. Kalau diceritakan sulit, karena orang pasti tidak percaya,” kata Kang Said.
Tapi setelah kejadian tersebut, Kang Said tidak menanyakan masalah itu. Menurutnya, jika pun ditanya, Gus Dur pasti jawabnya ringan-ringan saja. (mk









 Syeikh Yasin Padang, salah satu ulama keturunan Indonesia yang yang menjadi benteng ajaran ahlusunnah wal jamaah merupakan ulama yang sangat dihormati di dunia. Ulama ini juga sangat dihormati oleh warga NU.
Bernama lengkap Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani lahir di kota Makkah pada tahun 1915 dan wafat pada tahun 1990. Ia adalah Muhaddits, Faqih, ahli tasawwuf dan kepala Madrasah Darul-Ulum, yang siswanya banyak berasal dari Indonesia.
Jumlah karya beliau mencapai 97 Kitab, di antaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul Fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain.
Ia memiliki gaya hidup yang sangat sederhana, hanya menggunakan kaos dan sarung dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk Nyisyah (menghisap rokok arab)… tak seorangpun yang berani mencelanya karena kekayaan ilmu yang dimiliki
Pada muktamar NU tahun 1979, ia datang ke Indonesia dan selanjutnya melakukan kunjungan ke sejumlah pesantren, yang dihadiri oleh ribuan warga NU yang ingin bertemu langsung dengannya.
Ia juga dikenal memiliki banyak kekeramatan. Diantara cerita yang beredar soal kekeramatannya adalah Zakariyya Thalib asal Syiria pernah mendatangi rumah Syeikh Yasin Pada hari Jumat. Ketika Azan Jumat dikumandangkan, Syeikh Yasin masih saja di rumah, akhirnya Zakariyya keluar dan sholat di masjid terdekat. Seusai sholat Jum’at, ia menemui seorang kawan, Zakariyyapun bercerita pada temannya bahwa Syeikh Yasin ra. tidak sholat Jum’at. Namun dibantah oleh temannya karena kata temannya, “kami sama-sama Syekh solat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syekh Hasan Massyat ra. yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau”…
HM Abrar Dahlan bercerita, suatu hari Syeikh Yasin pernah menyuruh saya membikin Syai (teh) dan Syesah (yang biasa diisap dengan tembakau dari buah-buahan/rokok tradisi bangsa Arab). Setalah dibikinkan dan Syeikh mulai meminum teh, ia keluar menuju Masjidil-Haram. Ketika kembali, saya melihat Syeikh Yasin baru pulang mengajar dari Masjid Al-Haram dengan membawa beberapa kitab… saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.
Dikisahkan ketika KH Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, ia menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya… malam hari itu juga, ia menerima sepucuk surat dari Syeikh Yasin, ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Iapun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu…? Sedangkan KH Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini..!
Kisah hubungan antara Syeikh Yasin Padang dan Gus Dur juga diungkapkan oleh KH Said Aqil Siroj. Dalam satu kunjungan ke Arab Saudi, Gus Dur menyempatkan diri singgah ke rumah Syeikh Yasin.
Dalam pertemuan tersebut, Gus Dur mendapat penghormatan yang luar biasa, meskipun usianya lebih muda, Syeikh Yasin melayani sendiri Gus Dur, mengambilkan air, kurma dan lainnya, tidak boleh dilayani oleh para pembantunya.
Kiai Said juga mendapat sejumlah cerita soal karomah Syeikh Yasin. Ketika sedang makan siang, ada ustadz anak buahnya, namanya Abdurrahim dari Kupang, keluar ruangan, tiba-tiba Syeikh Yasin bilang, Abdurrahim diiringin malaikat, “E.. jam enam sore mati,” katanya.
Waktu Irak mau nyerang Kuwait, Syeikh Yasin tiba-tiba kemringet, ditanya sama Tantowi Musaddad, “Darimana?”, “Dari Kuwait, lihat bangkai dan darah,”
“Ini tanda kewaliannya Syeikh Yasin, orang kayak gitu dengan Gus Dur hormat dan memberi perlakukan istimewa, padahal juga sudah sepuh banget,” tandasnya. (mkf)
Sumber : NU Online










Kebiasaan Gus Dur untuk melakukan ziarah ke makam-makam yang dianggap keramat, yang bagi orang muslim Jawa dianggap sebagai “laku” atau tirakat ternyata telah tumbuh dan berkembang dari usia muda.
Ketika belajar di pesantren Tambakberas dan Denanyar Jombang, antara tahun 1959-1963, yang berarti pada usia 20 tahunan, ia rutin menjalankan aktifitas ini, bahkan ke makam yang sangat jauh dengan berjalan kaki.
Dalam buku biografinya, yang ditulis oleh Greb Barton, digambarkan
“Ia sangat tertarik pada sisi sufistik dan mistik dari kebudayaan Islam tradisional dan juga telah membiasakan diri untuk secara teratur berziarah ke makam-makam untuk berdoa dan bermeditasi, biasanya pada tengah malam. Kadangkala pendekatan terhadap kedua ilmu ini saling tumpang tindih….
Dalam tradisi pesantren, para santri biasanya menghapal kitab Alfiyah, yang merupakan tata bahasa Arab. Untuk bisa menghafal kitab ini, Gus Dur pun melakukan ziarah.
“Ketika menyiapkan dirinya untuk menghapal teks ini, Gus Dur bersumpah untuk melakukan ziarah dengan berjalan kaki ke makam-makam di selatan Jombang dengan puncaknya di daerah yang tidak rata dan berpenduduk jarang di pantai selatan Jawa.
Ia berhasil dan berangkat melakukan ziarah pribadinya sambil menuju arah selatan lewat jalan-jalan yang tak banyak ditempuh orang karena ia kuatir dikenali dan kemudian diberi tumpangan.
Perjalanan kaki ini menempuh jarak lebih dari 100 km, dan memerlukan beberapa hari. Bagi Gus Dur, perjalanan ini benar-benar di luar batas kemampuan manusiawi tubuhnya yang kurang atletis, namun kekerasan hatinyalah yang membuatnya dapat menempuh jarak sejauh itu.
Namun demikian, ketika baru memulai perjalanan pulangnya, ia dikenali oleh beberapa orang yang menumpang mobil dan dengan gembira, ia menerima tawaran tumpangan untuk kembali ke Jombang









Wali memang kekasih Allah, tetapi diantara wali sendiri terdapat tingkatan-tingkatan.
Semakin tinggi tingkatan seorang wali, mereka yang posisinya lebih rendah akan lebih
menghormatinya.
Kali ini, cerita salah satu karomah Gus Dur diungkapkan oleh Kiai Said Aqil Siroj saat
menjalankan umrah Ramadhan, ketika Gus Dur masih menjadi ketua umum PBNU.
Kang Said menuturkan setelah sholat tarawih berjamaah, ia diajak oleh Gus Dur untuk
mencari orang yang khowas (khusus), yang ibadahnya semata-mata untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan malu mengharapkan pahala, meskipun itu tidak dilarang. Mereka sudah
berprinsip, manusia datangnya dari Allah, maka dalam beribadah, tak sepantasnya
 mengharapkan imbalan.
Berdua bersama Gus Dur, mereka mengunjungi satu per satu kelompok orang yang memberi
 pengajian, ada yang jenggotnya panjang, ada yang kitabnya setumpuk dan mampu menjawab
segala macam pertanyaan, ada yang jamaahnya banyak, tetapi semuanya dilewati.
Lalu sampailah mereka dihadapan seorang Mesir yang sederhana, surbannya tidak besar,
duduk di sebuah sudut. Kang Said selanjutnya diminta oleh Gus Dur untuk memperkenalkan
dirinya sebagai ketua umum Nahdlatul Ulama dari Indonesia
Tak seperti biasanya, orang Mesir terkenal dengan keramahannya, biasanya langsung ahlan
 wa sahlan ketika menerima tamu, tetapi yang satu ini bersikap agak ketus ketika ditanya.
Kang Said menyampaikan niat dari Gus Dur untuk meminta sekedar doa selamat dari orang
tersebut.
Setelah berdoa ia langsung lari, dan menarik sajadahnya sambil berkata “Dosa apa aku
ya robbi sampai engkau buka rahasiaku dengan orang ini”.
Kang Said berkesimpulan bahwa orang tersebut merupakan wali yang sedang bersembunyi,
 jangan sampai orang lain tahu bahwa ia adalah wali, tetapi ternyata kewaliannya
 diketahui
oleh Gus Dur, yang derajat kewaliannya lebih tinggi, dan ia merasa rahasianya
terungkap karena ia memiliki dosa.







Para Waliyullah memiliki berbagai karomah yang menunjukkan kedekatannya dengan Sang Pencipta. Selain kejadian-kejadian aneh, karomah (keutamaan) ini seringkali berupa pengetahuan tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa-masa yang akan datang.
Salah satu alasan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sering disebut-sebut sebagai waliyullah adalah pengetahuan Gus Dur mengenai peristiwa-peristiwa yang belum terjadi. Masyarakat Jawa biasa menyebut kemampuan ini dengan istilah “weruh sak durunge winarah.”
Beberapa ulama dan Kiai banyak menceritakan tentang kemampuan Gus Dur yang satu ini. Selain cerita kebiasaan tidur di kala seminar yang kemudian terbangun dan bicara dengan sempurna mengenai isi pembicaraan sebelumnya, Gus Dur juga memiliki cerita kemampuan “weruh sak durunge winarah” ini di dunia nyata.
Kisah berikut ini diceritakan oleh Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Utara, KH Miftakhul Falah tatkala Beliau turut menunggui Gus Dur yang dirawat di Rumah Sakit Umum Koja Jakarta Utara, sekitar tahun 1994-an.
Dalam ceritanya, KH Miftakhul Falah menceritakan, sewaktu Gus Dur sedang dirawat di RS Koja, beliau menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Habib Hasan di Pemakaman Koja. Dalam berziarah ini, Gus Dur selalu ditemani oleh beberapa orang sambil mendengarkan ceritanya.
“Kalau di kemudian hari makam ini dibongkar, maka akan terjadi kerusuhan,” kata Miftakhul Falah menirukan kata-kata Gus Dur kala itu.
Menurut Miftah, tidak seorang pun yang mengerti dan akan membayangkan kalimat Gus Dur tersebut akan menjadi kenyataan pada suatu ketika. Namun rupanya, zamanlah yang kelak membuktikan kata-kata Gus Dur tersebut.
“Terbukti. Ketika makam tersebut akan dibongkar, benar-benar terjadi kerusuhan pada bulan April 2010 lalu,” tutur Miftakhul Falah.
Menurutnya, banyak kini di antara temen-temannya yang menjadikan kalimat tersebut sebagai bukti kewalian Gus Dur. Ketika orang-orang lain bahkan belum bisa membayangkan, Gus Dur telah mengungkapkannya. (min)
Sumber : NU Online




Ilmu ladunni adalah ilmu yang langsung diperoleh dari Allah, bisa berupa ilham sehingga jika seseorang memiliki ilmu ini, ia tak perlu belajar karena Allah telah memberikan pengetahuan secara langsung kepada orang yang hatinya bersih karena jiwa yang bersih dapat berkomunikasi langsung dengan sumber ilmu, yaitu Allah.
Istilah ilmu ladunni berasal dari sebuah ayat Qur’an, diambil dari kalimat ‘minladunna ilman’, … ilmu yang berasal dari sisi Kami (Allah) tercantum dalam QS. Al Kahfi : 65
“..lalu mereka bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.
Ayat ini menceritakan kisah pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam sebuah perjalanan dan Khidir menunjukkan sejumlah rahasia dan hikmah dibalik sebuah peristiwa yang tidak diketahui oleh Musa.
Jika seorang mukmin telah diberi ilmu ini, maka ia dapat mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, baik pada masa sekarang atau yang akan datang, dengan firasat tajam yang dimilikinya.
Sebagian kiai di lingkungan Nahdlatul Ulama percaya bahwa Gus Dur merupakan orang yang diberi keberkahan oleh Allah dengan ilmu ladunni sehingga bisa memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas tanpa susah-susah belajar atau mampu meramalkan masa depan.
Keyakinan para kiai akan ilmu ladunni Gus Dur ini diungkapkan oleh mantan ketua PBNU H Mustofa Zuhad Mughni karena Gus Dur memiliki keikhlasan yang luar biasa dan tidak menjalankan maksiat.
Akan kemampuan otak Gus Dur, ia sering membuktikan sendiri. seringkali sehabis pulang dari luar negeri, Gus Dur membawa buku-buku baru, yang masih terbungkus rapi. Kemudian, buku tersebut diserahkan kepadanya untuk dibaca. Seminggu kemudian, ia mengembalikan buku tersebut, dan hanya dengan melihat daftar isi, referensi dan kesimpulan, Gus Dur sudah mampu mengajak diskusi isi buku tersebut.
“Gus Dur sudah paham isinya semua, padahal kita harus baca penuh,” katanya.
Menurutnya, kamampuan ilmu Gus Dur ini lebih dari jenius karena gabungan dari daya ingat yang kuat dan analis tajam. “Bacaannya banyak, ingatannya juga kuat,”
Salah satu bukti kuatnya ingatan Gus Dur adalah ia mampu mengingat lebih dari 2000 nomor telepon. Saat sekretaris pribadinya masih mencari sebuah nomor telepon di buku catatan, Gus Dur dengan enteng langsung menyebutkan nomornya. Daya ingat Gus Dur ini mulai menurun ketika kapalanya harus di opeasi akibat stroke.
Mustofa Zuhad juga menuturkan, dalam pertemuannya dengan Duta Besar Iran untuk Indonesia tahun 1991, sayangnya ia lupa namanya. Sang Dubes berpendapat orang yang memiliki kelemahan fisik di inderanya, maka ia memiliki kelebihan di tempat lain. Indra penglihatan Gus Dur sejak lama sudah lemah, dengan ukuran minus 23.
“Ingatannya sangat kuat, joke-joke sudah seperti kamus aja,” ujarnya. (mkf)
Sumber : NU Online




 Mimpi bagi kebanyakan orang hanyalah kembang tidur yang tidak memiliki arti, tetapi bagi orang tertentu, mimpi merupakan bentuk isyarat akan sebuah kejadian besar di masa depan.
Kisah mimpi yang sangat terkenal dalam al Qur’an adalah kemampuan Nabi Yusuf dalam menafsirkan mimpi Fir’aun, tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus, yang ditafsirkan oleh Nabi Yusuf berupa tujuh tahun zaman kelimpahan pangan dan tujuh tahun masa paceklik. Tafsir itu dijadikan kebijakan negara sehingga Mesir selamat menghadapi situasi sulit.
Mimpi-mimpi yang memiliki makna ini juga masih terjadi sampai sekarang. Santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat, menceritakan mimpi salah satu kenalan Gus Dur Ibu Arifin, yang juga hobi berziarah ke berbagai makam keramat seperti Gus Dur.
Waktu itu, Gus Dur masih menjadi ketua umum PBNU dan Ibu Arifin cukup sering mengunjunginya di gedung PBNU.
Suatu malam dalam tidurnya, Ibu Arifin bermimpi melihat Gus Dur sedang membikin pil KB. Karena merasa mendapat mimpi yang aneh dan tidak biasa, ia kemudian berusaha menanyakan kepada Gus Dur, barangkali ada tafsiran dari mimpi tersebut.
“Gus jenengan niki kok damel pil KB, nopo maksude (Gus, anda kok membikin Pil KB, apa maksudnya),”
Gus Dur tak banyak berkomentar, hanya menjawab “Mosok kulo damel pil KB” (Masak saja bikin Pil KB”.
Tak sampai setahun kemudian, makna mimpi tersebut terbukti, ternyata Gus Dur membikin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang bunyi dan namanya mirip, Pil (








Dunia kewalian adalah dunia yang memiliki banyak dimensi. Dunia kewalian seringkali tidak dapat diterima nalar sehat manusia normal. Karenanya dunia kewalian seringkali pula diidentikkan dengan dunia mistis.
Biasanya para santri (penganut agama yang taat), sejak zaman Hindu, Budha hingga zaman Islam di Indonesia membedakan kepemilikan dan perilaku keilmuan mistik ke dalam dua kategori, yakni kategori ilmu putih dan ilmu hitam. Sejak dahulu kala, ilmu hitam biasa disebut untuk mensifati (mengidentifikasi) keunggulan-keunggulan para tokoh penjahat. Sedangkan kemampuan dan keistimewaan-keistimewaan para tokoh kebaikan, para pahlawan dan para manusia suci.
Kelebihan-kelebihan (maziyyah) ini ibarat “piranti lunak” yang wajib dimiliki oleh bukan hanya tokoh spiritual, namun juga para pemimpin di dalam masyarakat. Begitulah keyakinan masyarakat terpatri dengan kuat, dari yang masih berpola tradisional hingga mereka yang telah menjadi manusia modern.
Mantan Ketua Umum PBNU tiga kali berturut-turut KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai salah seorang tokoh dan pemimpin bangsa, diyakini oleh banyak kalangan memiliki berbagai “piranti lunak” yang dapat dijadikan salah satu alasan untuk mengkategorikannya ke dalam lingkungan para wali. Salah satunya adalah kemampuannya untuk meraga sukma, yakni sebuah kemampuan berada di banyak tempat dalam waktu bersamaan. 
Beberapa orang mengaku pernah membuktikan ilmu Raga Sukma Gus Dur ini. Berbagai cerita menyebutkan bahwa pada waktu yang sama, banyak orang mengaku bertemu dan bercengkrama dengan Gus Dur pada waktu yang sama.  Salah satunya adalah cerita para Banser yang sedang menjaga Gus Dur ketika terbaring sakit di Rumah Sakit Koja Jakarta Utara.
Pada sekitar tahun 1994-an, kala itu Gus Dur Sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara yang pada masa itu dipimpin oleh adik kandungnya, Umar Wahid. Gus Dur sedang terbaring di kamar dengan dijaga oleh dua orang Banser, seorang banser tampaknya bertindak sebagai komandan. Bila malam hari, kedua Banser ini berjaga bergiliran, salah satu tidur dan seorang lainnya terjaga.
Hingga pada suatu ketika, seorang yang bertindak sebagai komandan berkata pada temannya, “Saya keluar sebentar, tolong jaga Pak Kyai dengan baik. Tidak lama, saya segera kembali.” Dia pun segera berlalu.
“Siap!” Jawab sang Banser dengan bersemangat. Sepeninggal temannya, dia pun segera masuk ke kamar perawatan dan duduk di sebelah Gus Dur yang sedang terbaring di atas tempat tidur.
Tidak berapa lama, Gus Dur terbangun dari tidurnya dan mengajaknya keluar mencari udara segar. Dengan tertatih Gus Dur mengajaknya berziarah ke Makam Habib Husein al-Haddad di dekat pintu Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Letak makam tersebut hanya berjarak sekitar 400 meter di seberang Jalan Raya Pelabuhan di depan Rumah Sakit Koja.
Sang Banser pun dengan setia mengikuti Gus Dur yang berjalan tertatih-tatih. Seusai berziarah dan memanjatkan doa, sang Banser pun mengiringkan Gus Dur untuk kembali ke kamarnya. Setelah Gus Dur kembali beristirahat dan tidur, dia pun keluar ruangan.
Namun alangkah kagetnya ketika dia keluar ruangan. Dia mendapati temannya yang tadi keluar sedang menunggunya dengan muka masam, laksana komandan yang menunggu laporan kekalahan dari bawahannya. Dengan menghardik, sang banser yang berlaku sebagai komandan ini berkata, “Dari mana saja kamu, disuruh jaga kok malah keluyuran seenaknya.”
Dengan gelagapan sang banser menjawab, “Siap Dan. Dari Mengantar Pak Kyai berziarah.”
“Jangan buat alasan yang aneh-aneh. Saya hanya pergi sebentar, lalu kembali. Dari tadi saya lihat Pak Kyai tidur di dalam. Sementara kamu tidak ada.” Mereka pun kemudian saling berdebat dan bersitegang tentang penglihatan dan pengalamannya masing-masing.
“Cerita ini adalah ceritanya nyata yang dialami oleh temen-temen Banser di Jakarta Utara,” tutur KH Mistakhul Falah salah seorang tokoh NU Jakarta Utara kepada NU Online. (








Wednesday 6 March 2013

Tuan Guru Ijai

Saat-Saat Kelahiran Abah Guru Sekumpul



Bertepatan kedatangan tentara Jepang Tahun 1942 ke Martapura . Fitnah sungguh merajalela, keluarga, Abdul Ghani mengungsikan keluarganya mencari tempat yang paling aman, agar istrinya dapat melahirkan dengan selamat. Dengan sembunyi-sembunyi dibawalah istrinya yang sudah hamil tua tersebut, bersama ibu (Salabiah), dengan menggunakan jukung (perahu kecil) melewati sawah dan sungai menuju Desa Tunggul Irang Seberang, menuju ke rumah salah seorang paman Salabiah yang bernama Abdullah, dimana rumahnya berdampingan dengan rumah Tuan Guru H. Abdurrahman tokoh ulama masyarakat Tunggul Irang Seberang. Meskipun Masliah bukanlah keponakan ujud (langsung) dari Paman Abdullah, perhatian dan perlakuan beliau terhadap mereka sangatlah baik, padahal kehidupan beliau sendiri sangatlah kekurangan.
Dipilihnya Desa Tunggul Irang Seberang sebagai tempat untuk berlindung adalah karena dianggap paling aman di saat itu. Selama masa Tuan Guru H. Adu (Panggilan Tuan Guru H. Abdurrahman) tinggal dan dibesarkan di Desa Tunggul Irang tersebut, tentara kolonial tidak pernah menginjakkan kakinya di desa ini. Sebab setiap kali akan menuju desa tersebut, selalu saja mendapat halangan dan rintangan yang tidak terduga, sebagaimana beberapa kali perahu tentara Belanda yang akan melewati Desa Tunggul Irang selalu saja kandas dan tenggelam, dengan alasan yang tidak dimengerti oleh mereka.
Baru beberapa hari tinggal di Desa Tunggul Irang Seberang, tibalah waktunya Masliah akan melahirkan anaknya. Dikala malam bertambah larut, waktu yang terbaik untuk munajat kepada Sang Khalik, ketika angin bertiup lembut, Masliah melahirkan bayinya yang pertama. Malam itu, tepatnya Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan 11 Februari 1942 M, seorang bayi laki-laki mungil lagi montok telah lahir, berkat bantuan seorang bidan yang bernama Datu Anjang. Beliau adalah nenek Tuan Guru Husein Dahlan yang merupakan sepupu dua kali dengan Masliah.
Sekalipun kehadiran bayi tersebut di malam hari yang kelam, sekelam dan sepekat nasib negeri dan bangsa ini ketika itu, namun betapa bahagia dan bersyukurnya sang ayah, apalagi bagi sang ibu yang telah mengandungnya selama lebih sembilan bulan lamanya.
Sungguh diluar dugaan, bayi yang baru lahir di saat orang-orang sedang terlelap dalam tidurnya, seharusnya terjaga akibat mendengar tangisannya, sebagaimana layaknya bayi-bayi lain yang baru lahir, ternyata sang bayi tidak menangis, hanya diam tidak sedikitpun mengeluarkan suara. Matanya tertutup, seperti tidak ada tanda kehidupan. Kejadian itu berlangsung selama hampir satu jam lamanya. Warna kulit badannya sudah mulai membiru. Berbagai macam usaha sudah dicoba, namun bayi itu masih diam, tak ada jerit tangis, sampai-sampai neneknya Salabiah yang juga hadir saat kelahiran bayi tersebut berkata :
“Mati jua cucuku…?”
Bayi yang keadaannya membuat cemas itu kemudian dibawa pergi ke rumah Tuan Guru H. Abdurrahman untuk mendapatkan pertolongan. Setibanya di hadapan Tuan Guru H. Adu, bayi tersebut dipeluk dan ditiupi beliau dengan do’a-do’a, hingga akhirnya samar-samar mulai tampak tanda-tanda kehidupan, nafas sang bayi mulai turun naik, warna kulitnya berangsur-angsur menjadi kemerah-merahan, dan tangisnya pun mulai terdengar.
Sejak tangis sang bayi sudah mulai terdengar, syukur dan puji dihaturkan keharibaan Allah yang Maha Kuasa, sebab Dia-lah yang menghidupkan dan Dia pula yang mematikan, Dia-lah yang merubah dari gelap menjadi terang. Bayi yang tangisannya mulai terdengar, pertanda haus dan lapar telah merasuki perasaannya, maka sang bayi pun diserahkan kepada ibunya yang akan menyusuinya, membelainya dengan sentuhan lembut, serta memberikan perhatian dengan kasih dan sayang.
Bayi yang berada dalam pelukan ibunya terus menangis, hingga keluarga yang hadir ikut berusaha untuk membuatnya terlena dalam pangkuan ibunya. Ibunya berusaha memberikan air susu. Namun tetaplah bayi tersebut menangis. Begitulah seterusnya, bayi tersebut selalu menolak saat diberikan air susu ibunya, apalagi minuman lain. Setelah berjam-jam menangis, bayi yang baru lahir tersebut akhirnya dibawa lagi kepada Tuan Guru H. Adu untuk meminta kembali bantuan beliau.
Sesudah diterima kembali oleh beliau bayi yang masih menangis itu dipangkuannya, beliau menjulurkan lidahnya ke mulut bayi. Maka bayi itupun menghisap lidah beliau dengan lahapnya, seakan-akan ia menyusu kepada ibunya. Setelah ia puas menghisap lidah Tuan Guru H. Adu, maka lidah itupun dilepasnya, sehingga berhenti pulalah tangisan sang bayi. Kejadian seperti ini berulang-ulang hingga beberapa kali.
Suatu ketika Masliah mencoba menyusui anaknya di dalam kamar yang tertutup, tanpa ada orang yang melihat. Tak disangka bayi itu mulai menghisap susu ibunya. Maka mengertilah Masliah bahwa bayinya tersebut seakan-akan enggan menyusu bila dilihat oleh orang lain. Sang bayi sepertinya berusaha memelihara ibunya dari membuka aurat di hadapan orang lain. Mungkinkah ini salah satu pertanda akan ‘kemuliaan’ sang bayi di masa hidupnya kelak?
Pada hari keenam belas setelah kelahiran tersebut, bayi kecil yang kelihatan masih lemah itu diboyong oleh orang tuanya dari tempat kelahirannya, pindah ke tempat lain, ke sebuah rumah kecil antara Desa Pasayangan dan Desa Keraton Martapura, berjarak kurang lebih satu kilometer dari Desa Tunggul Irang Seberang Martapura, di tempat inilah mereka akan memulai kehidupan yang baru.
Tetapi bagaimanapun juga tempat kelahiran adalah sebuah kenangan. Setiap anak manusia di manapun di dunia ini, tanah kelahiran selalu menyisakan kenangan yang amat khusus, pada gilirannya -seiring berlalunya waktu- ia akan tetap meninggalkan nostalgia, walaupun sekilas riwayat dan cerita didengarnya dari penuturan orang tua tentang tempat kelahiran dan kejadian sesudah kelahirannya, suatu ketika akan terkenang dalam kehidupan setiap orang.
Mungkin yang sangat berkesan justru masyarakat Desa Tunggul Irang Seberang itu sendiri, bahwa desa mereka ditakdirkan oleh Allah Yang Maha Kuasa menjadi persada bagi kelahiran seorang putra yang mereka kenal dari kalangan keluarga yang sangat sederhana namun bermartabat serta berbudi. Sebagaimana masyarakat Islam, baik di dalam maupun di luar negeri mengenalnya di kemudian hari sebagai “Al al-‘Alimul ‘Allamah Al ‘Arif billah As Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani” dari Martapura.
Saat akan meninggalkan Desa Tunggul Irang Seberang, atas do’a dan restu Tuan Guru H. Adu, Abdul Ghani dan istrinya Masliah beserta bayinya yang diberi nama Muhammad Qusyairi , beranjak pulang dengan menggunakan sebuah mobil yang disebut masyarakat sekitar dengan Mobil Jamban. Di masa penjajahan Jepang yang terkenal kejam, rasa was-was akan keselamatan menghantui masyarakat Martapura pada masa itu, rombongan di mobil itupun merasakan kekhawatiran serupa. Akhirnya kecemasan yang mencekam dalam perjalanan pulang itu sirna sudah, rombongan sampai ketujuan dengan selamat berkat bantuan seorang Habib bernama Habib Hasan, yang ikut mengantar mereka hingga ke tujuan. Padahal di hari itu, tidaklah berbeda dengan hari-hari sebelumnya, patroli-patroli dari tentara penjajah yang bertikai masih berkeliaran dimana-mana, namun seakan-akan mereka tidak mendengar atau melihat mobil yang melintas di hadapan mereka, hingga akhirnya sampailah rombongan dengan selamat ke tujuan.
Moga dengan mengisahkan para Aulia Allah akan turun Rahmat bagi kita semua … aamiin






 








Kesaksian al-Aalimul faadhil Guru Haji Ahmad Bakri : Jika saya berdusta dalam kesaksian ini maka bolehlah saya dicap sebagai munafik. Ketika saya akan berangkat haji pada suatu tahun, saya sowan kepada Guru Sekumpul. Dalam kesempatan itu saya bertanya: wahai Abah! Siapakah Wali Qutub di negeri Makkah pada masa sekarang? Guru Sekumpul tersenyum seraya berkata : “Bakri, Bakri… nama beliau adalah Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Habsyi. Guru Bakri Berkata: “Dimanakah ulun dapat menjumpai beliau?”. Guru Sekumpul menjawab; “engkau pasti akan berjumpa dengan beliau”
Saya pun (Guru Bakri) berangkat haji. Satu minggu sebelum pulang ke tanah air, belum juga saya jumpa dengan beliau (Habib Abu Bakar). Akhirnya saya bertanya kepada salah seorang mukimin di Makkah, dimanakah ada seorang yang terkenal sebagai Wali di Makkah ini. Maka dijawab: “ada, beliau tinggal di daerah jabal Nur, nama beliau adalah Habib Abu Bakar al-Habsyi”. Sayapun mencarter taxi ke sana dengan satu orang teman (tidak ramai-ramai, karena ahlussunnah wal jama’ah sangat dicurigai dan diawasi di Saudi). Sesampainya di sana pas waktu Ashar. Selesai sholat Ashar, saya kagum dan terkejut karena ternyata wiridan yang dibaca di sana persis seperti wiridan di sekumpul. Setelah selesai wirid dilanjutkan dengan majelis ta’lim dengan membaca kitab syarah ‘ainiyyah, inipun ternyata sama seperti di sekumpul (waktu itu Guru Sekumpul pun sedang mengajarkan kita syarah ‘ainiyyah). Setelah selesai majelis, maka sayapun minta izin untuk bertemu dengan beliau. Tidak lama beliaupun keluar. Ternyata orangnya sudah tua tetapi tampak masih sangat kuat dan bertenaga. Belum sempat saya mengucap salam, beliau langsung berkata مرحبا العالم الكبير شيخ زيني غني مرتابورا (selamat datang, seorang Alim yang Besar syaikh Zaini Ghani Martapura), padahal saya tidak pernah memberi tahu beliau. Ternyata yang beliau lihat bukan saya, tetapi Guru Sekumpul. Berarti Guru sekumpul sudah memberi tahu beliau (entah bagaimana caranya) kalau saya akan sowan kepada beliau.
Tanpa panjang pembicaraan saya pun pulang. Karena sebelumnya sudah dinasehati oleh Guru Sekumpul untuk tidak banyak bicara. Yang penting minta diakui sebagai murid, itu sudah cukup, sebab seorang guru akan memberi syafaat kepada muridnya.
Setibanya di Banjarmasin saya pun sowan ke Guru Sekumpul dengan niat menceritakan kepada beliau apa yang terjadi sekaligus menggembirakan beliau dengan kajadian itu. Malam itu pas malam kamis, selesai pengajian, saya ikuti beliau dari belakang. Beliau menoleh dan berkata: “Naik, Bakri”. Sayapun mengikuti beliau. Kami masuk ke rumah beliau sampai ke dalam kamar beliau. Beliau mematikan lampu dan berdoa agak lama. Setelah kurang lebih sepuluh menitan, selesai berdoa beliau berkata: “sudah Bakri, kada usah bakesah lagi, Abah Tahu ai (yang terjadi).” (selesai kisah Guru Haji Bakri)
sumber posting dari : jamaah Abah Guru Sekumpul




































Pandangan Habib Ahmad Semarang tentang Abah Guru Sekumpul Waktu Muda



Sekitar tahun 1964 para guru2 Darussalam mengadakan perjalanan ziarah ke pulau jawa untuk tabbarruk kepada aulia yg masih hidup maupun ziarah ke kubah 2 para aulia Allah , Rombongan itu terdiri dari : al-‘Alimul Fadhil Semman Mulya, al-‘Alimul Fadhil Guru Semman Komplek, al-‘Alimul Fadhil Husein Wali, Guru Badruddin, Abah Guru dan
Guru Zaini Mursyid.
Setelah star mulai Surabaya berakhir di Jakarta . Di Jakarta rombongan singgah ke tempat H. Abdul Qadir di Jakarta orang Martapura asli . Ketika itui Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf dari Semarang juga berkunjung, beliau bertanya kepada Abah Guru :
“Kamu sekarang membaca kitab apa?”
“Kitab Irsyadul Ibaad” jawab Abah Guru
“Bagus, nanti kamu akan aku ajari kitab Irsyadul Qulub.”
Habib Ahmad Semarang dengan kasyaf menceritakan gawian Abah Guru selama setahun , padahal Abah Guru tidak bisa bakisah sebelumnya .
Ketika Abah Guru lagi berada dibelakang rumah Habib Ahmad Semarang memanggil :
“Zein..” kata Habib
“Labbaik…”
“Kesinilah ente!” ujar beliau, “Ayat Alam Nasyrah sudah turun tidak ? Kenapa kamu suka melamun?”
Habib menjelaskan bahwa suatu hari Rasulullah SAW keluar dalam keadaan lapang dan gembira dan penuh senyuman, beliau berkata, “Satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kemudahan, satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kemudahan. (Beliau kemudian membaca ayat 5-6 surah al-Insyirah) Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” Pengulangan kata “’Usr/kesulitan” dalam ayat tersebut, yang bersifat Makrifah/spesifik memiliki makna satu kali, sedangkan pengulangan kalimat “Yusr/kemudahan” yang bersifat Nakirah/umum memiliki makna dua kali
“Sekarang jangan melamun lagi ya” suruh beliau. “Zein…Semman Mana? Cari !”
“Ada Bib..” sahut Abah Guru , saat itu Guru Semman yang berada di kamar masih belum tidur
“Panggil kemari!” kata beliau
Abah Guru kemudian beranjak menuju kamar tamu.
“Apa Nang?” Ujar Guru Semman
“Itu Habib Ahmad memanggil” Keduanya kemudian langsung menemui Habib Ahmad.
“Semman, saksikan Zaini ini anak angkatku Dunia dan Akherat, wa ila Hadratin Nabi Al-Fatihah.”
Kemudian mereka membaca Surah Al-Fatihah. Habib bertanya lagi :
“Badruddin Mana?”
“Tidur Bib” kata Abah Guru
“Bangunin!” perintah Habib Ahmad
Sekali lagi Guru Zaini beranjak dari tempat duduknya. Ia kemudian membangunkan Guru Badruddin yang sedang tidur.
“Ada kabar apa Guru Zaini ?” tanya Guru Badruddin.
“Itu Habib Ahmad memanggil.” Segera mereka kembali ke tempat Habib Ahmad berada. Habib Ahmad langsung berkata :
“Badruddin, kamu dan Semman saksinya, Zaini ini Anak angkatku Dunia Akherat.”
Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf Semarang, beliau adalah seorang Waliyullah yang Majdzub, Keika Abah Guru umur 17 tahun, pernah berkunjung kerumah guru H. Badruddin di Kampung Jawa, Banyal yang bertamu ingin berjumpa dengan Habib Ahmad bin Muhammad As-segaf, setelah selesai semua yang hadir disuruh beliau pulang ke rumah masing-masing, saat itulah seorang ulama bertamu kepada beliau, Guru Zaini ketika itu masih berdiri disamping Habib. Kemudian ulama tersebut bersalaman kepada Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf, sehabis itu baru bersalaman kepada Zaini Muda, saat bersalaman kepada Zaini inilah Habib Ahmad As-seggaf menyeru kepada ulama tersebut : “Cium tangan Zaini, Cium tangan Zaini, Cium tangan Zaini, ini quthb cilik, ini quthb cilik” kata beliau. Saksi hidup yang menyaksikan kejadian ini adalah Guru Mu’in Dalam Pagar .
Moga menambah kecintaan dan keyakinan kita lewat kisah ini … aamiin
sumber : http://www.facebook.com/groups/parapencinta.abahguru/




















Kisah ini nyata ulun alami dan ulun saksikan sendiri di bulan Rajab pada tahun 1993 dan ini adalah tentang sebagian kecil dari karomah ABAH GURU SEKUMPUL dan kisah ini dapat ulun pertanggung jawabkan dihadapan ALLAH dari dunia sampai ke akhirot kelak...
Ulun tinggal bersama 3 orang teman dalam 1 kamar asrama dikawasan antasan senor ilir...Malam itu tepat malam jum'at di bulan Rajab pada tahun 1993...Selesai rapi melaksanakan aktifitas di asrama dan aktifitas nang lainnya...Kamipun bersiap-siap untuk guringan...Dikamar hanya ada ulun dan kawan ulun nang asal kapuas...Kebetulan kawan ulun nang asal rantau malam itu umpat kawannya kebanjarmasin karna jum'at siangnya libur...
Sebelum guring udah jadi kebiasan kami untuk sholat sunnah dulu 2 raka'at...Sehabis sholat sunnah dan sedikit wiridan ada hal aneh yang kada suah terjadi seperti malam sebelumnya...
Kawan ulun nang asal kapuas itu tiba-tiba saja bapander kaya ini : ( Inggih guru...Ulun sudah siap...Minta ridho piyan dari dunia sampai ke akhirot )
Posisi kawan ulun masih duduk di atas sajadah bapander kaya itu...Sambil barabah handak guringan...Ulun batakun lawan inya : ( Kanapa ikam jadi bapander sorangan...Sudah kasyaf kah ikam ) Jar ulun sambil bagayaan...
Kawan ulun tadi menjawab begini : ( Mudah-mudahan malam ini menjadi malam yang berkah gasan kita lahir bathin dunia akhirat )
Memang ulun rasakan malam itu aneh dari malam-malam sebelumnya...Hawa sejuk dan hati sangat tenang seolah-olah kadada beban apapun dalam hidup didunia ini...Ringkas cerita kamipun guringan...Malam itu ulun mimpi melihat cahaya putih yang sangat silau dan kada kawa sama sekali ulun malihat kiri kanannya...Tiba-tiba saja ulun digarak oleh kawan ulun tadi...Ulun liat jam kada tahunya sudah subuh sekitar jam 4 lewat...Ulun takajut banar karna kada sholat malam...
Ulun managur kawan ulun : ( Kanapa ikam kada garak aku sholat malam )
Kawan ulun menjawab : ( Ikam sudah kugarak taga kada hakun bangun dan ikam guring mati )
Ada lagi sesuatu yang lebih aneh dan membingungkan bagi ulun...Ulun mancium bau harum disana sini dan bahkan ulun belum suah mencium bau harum itu sebelumnya dimanapun...
Ulun batakun lawan kawan : ( Bau harum apaan ini...Harumnya nyaman banar )
Kawan ulun menjawab : ( Aku habis mimpi batamuan lawan RASULULLAH )
Langsung secara spontan ulun maragap inya...Pakaiannya hibak bau harum sampai kebadan dan kerambutnya...Subhanallah Walhamdulillah Wa Laailaahaillallah Wallahu Akbar...Allahumma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa 'Ala Aaali Sayyidina Muhammad...Ulun langsung tatangis sujud di atas sajadah bakas inya sholat malam...
Jadi kisahnya malam sehabis sholat sunnah handak guring itu...Inya malihat ABAH GURU SEKUMPUL duduk dihadapannya...
ABAH GURU SEKUMPUL jarnya batakun lawan inya : ( Sudah siapkah ikam batamuan lawan RASULULLAH )
Dan di jawab oleh kawan ulun dengan jawaban yang di atas ulun kisahkan tadi...Jar kawan ulun jam 1 Malam itu inya bangun seperti biasa untuk sholat malam...Tapi ulun di bangunkan inya kada hakun bangun-bangun...Selesai sholat dan baca wiridan inya langsung baca al-Qur'an...Disaat inya membaca al-Qur'an matanya berat dan ngantuk seketika serta langsung inya taguringan...Antara Sadar gak sadar dan antara guring wan kada guring...Disaat itulah inya mimpi batamuan lawan ( RASULULLAH ) dan di ajak sholat untuk menjadi ma'mum dibelakang Beliau...
Siangnya ulun wan kawan ulun tadi datang kerumah salah seorang guru kami dan menceritakan tentang semuanya...Dan guru kami itu menjabarkan semua tentang kejadian mimpi kawan ulun itu....
Dan dilain hari pada suatu malam ulun tulak kasakumpul lawan kawan ulun tadi...kebetulan kami malam itu duduk jauh dari palataran rumah ABAH GURU SEKUMPUL...Tapi masih di pelataran rumah nang masih kawasan Regol...
Pas pembacaan tiba-tiba ABAH GURU SEKUMPUL bapander kaya ini : ( Indahnya Angin Ma'rifat,Kaya apa ...................) Titik-titik disitu ABAH GURU SEKUMPUL manyambat ngaran kawan ulun itu...
Allahu Akbar...Semakin bertambah kuatlah keyakinan hati ini kalau ABAH GURU SEKUMPUL benar-benar memiliki karomah yang sangatlah luar biasa...sampai-sampai kawan ulun handak tamimpi RASULULLAH haja sidin bisa tahu badahulu...
Inilah sebagian kecil kisah nyata nang ulun alami sendiri tentang karomah ABAH GURU SEKUMPUL...Semoga ada hikmah buat kita semua dari kisah ulun ini...Mudah-mudahan kita sabarataan mendapatkan Syafa'at Baginda RASULULLAH dan Barokah Karomah dari ABAH GURU SEKUMPUL serta di ampuni segala bentuk dosa dan kesalahan ke dua orang tua kita,diri kita,istri kita,anak-anak kita,saudara-saudara kita,guru-guru kita,muslimin muslimat,mu'minin mu'minat dan semoga kita dipenuhi dengan Rahmat kasih sayang serta Ridho ALLAH dan dikumpulkan di akhirat nanti bersama orang-orang yang beriman di dalam sorganya ALLAH...Aaamin Allahumma Aaamin Yaa Allah Yaa Robbal 'Aaalamin...
Maaf kalau nama kawan ulun itu dirahasiakan...Karna ulun kadada izin balum manyambat siapa namanya...Kawan ulun itu asal kapuas dan masih zuriyat Datuk Kalampayan jua...Sekarang kawan ulun itu masih ada dan inya masih mambujang haja balum babini...Sampai wayahini inya masih rancak ziarah ke kubur para Auliya Allah dan datang kerumah para habaib dan ulama serta masih haja rancak datang kesekumpul...Cuma tetap dengan ciri khasnya yaitu biasa-biasa haja karna inya kada jadi ustadz ataupun kyai,tapi mencari rezeki dengan usaha lain...Hal-hal yang sangat bagus di teladani dari kawan ulun ini sangatlah banyak,diantaranya adalah :
Orangnya pendiam,jarang bangat bapander,kecuali hal-hal yang sangat perlu...
Orangnya rajin bangat puasa,khususnya senin kamis dan dibulan-bulan penting lainnya...
Orangnya rutin bangat membaca al-Qur'an dan selalu setiap saat membaca shalawat...
Orangnya sewaktu abah wan umanya masih hidup,handak tulak kemana-mana selalu mancium tangan bahkan kabatis-batis kuitannya...
Orangnya selalu kada lapas wudhu,rajin bangat ziarah kemaqam auliya,kerumah habaib dan ulama,rajin bangat bashadaqah walaupun keadaan pas-pasan sewaktu dipesantren dulu...
Itulah sebagian kecilnya prilaku kawan ulun nang bagus bangat manurut ulun untuk diteladani...
Dan banyak juga hal-hal yang aneh terjadi didiri kawan ulun ini,diantaranya adalah :
Pernah ulun mambaca kitab gundul didalam hati sambil mahafal,kemudian ada nang salah ,tiba-tiba haja inya managur,padahal ulun mambaca jelas-jelas dalam hati kadada nang tahu...
Pernah sewaktu kawan bekas sama-sama dipondokan dahulu melaksanakan kawinan,kawan ulun nang asal kapuas itu di undang,pas hari kawinan inya datang kakawinan itu,ulun takajut jua kawan nang kawinan itu bakisah inya datang,padahal ulun jelas-jelas tahu banar lamun inya lagi ada dimekkah tulak umroh...
Pernah ulun datang kerumah ABAH GURU SEKUMPUL lawan kawan ulun ini karna ada sesuatu hal,dan maaf ulun kada kawa kisahkan dipublik ini,pas dikamar ABAH GURU SEKUMPUL,sidin basuara kaya ini : ( Kaya itu pang sudah mun jadi wali ) sidin basuara sambil takurihing mamusut kepala kawan ulun itu...Dalam hati ulun basuara : ( Bararti kawan ulun ini wali )...langsung ABAH GURU SEKUMPUL basuara lawan ulun kaya ini : ( Napa nang dibisikan hati ikam itu bujur,kada tasalah )...Langsung ulun takajut,ABAH GURU SEKUMPUL mambaca isi hati ulun...
Mudah-mudahan ada mamfaat dari balik kisah ulun yang ringkas ini...Di lain waktu mudah-mudahan ulun kawa pulang bakisah tentang Karomah lainnya Tentang ABAH GURU SEKUMPUL yang ulun alami sendiri...Aaamin
kisah ini di ambil dari pengalaman Habib Ahmad alaydarus dengan akun fb putra kalimantan
dan sekaligus mengenang kepergian beliau untuk selamanya,Habib Ahmad alaydrus meninggal dunia pada Hari minggu malam senin pukul 08.40 waktu madinah.
Usia 40thn karena sakit kanker liver akut dan dimakamkan hari senin waktu madinah
Mohon do'anya semoga amal ibadah beliau diterima allah dan mohon dimaafkan jika ada segala kesalahan Beliau.a







Mimpi Abah Guru Sekumpul pada waktu kecil

suatu malam, abah guru mendapatkan mimpi, merasakan seolah-olah berada disebuah padang pasir, sejauh mata memandang hanya sahara yang membentang, dari kejauhan tampak fatamorgana seperti genangan air, meski sebenarnya hanyalah biasan cahaya matahari.

Tegak di samudera pasir yang luas, seperti sebuah keajaiban yang muncul di tengah-tengah misteri ketidakpastian. Tidak mungkin rasanya bangunan tersebut milik salah satu suku Arab, lantas, kenapa hanya ada satu, di mana yang lainnya?, bila ternyata bangunan itu milik seorang musafir, lalu kenapa terlihat berdiri kokoh, menyiratkan bahwa ia adalah sebuah tempat tinggal untuk jangka waktu yang tidak sebentar?.
Langkah kaki Abah Guru terhenti manakala jarak yang tersisa antara dia dan bangunan itu hanya tinggal beberapa langkah, siapa pemilik bangunan, apakah dia sedang berada didalam, sebuah pertanyaan menyelimuti benaknya. Tiba-tiba di tingkat atas muncul seorang wanita Arab, yang meskipun busananya tertutup namun kecantikannya memancar menembus sekat-sekat bernama kain, melemparkan sesuatu kepada Abah Guru , Abah Guru memungut benda itu sambil hatinya bertanya-tanya. Namun keheranannya itu tidak membuatnya surut untuk terus melangkah. Ditengah semesta diamnya, yang mengitari pikirannya. Abah guru tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah goncangan, bumi yang dipijak terasa bergetar.. Abah Guru tersentak, apa yang terjadi, suara apa itu, dari mana asalnya?, berbagai pertanyaan muncul tanpa rekayasa.
Abah Guru yang keheranan terus melangkahkan kakinya, sampai tidak jauh dari bangunan itu dia bertemu dengan dua orang pemuda, tegap, tampan, bahkan sangat tampan. Pemuda pertama yang lebih tua, terlihat penuh kharisma sekaligus menunjukkan kesantunan yang menyentuh relung hati setiap orang yang memandangnya, sementara yang lebih muda, nampak kekar bagai seorang mujahid, yang setiap saat siap menghadapi berbagai tantangan, sosok pria pemberani tergambar jelas dari raut mukanya.
Abah gurupun akhirnya terlibat dialog dengan kedua orang tersebut, sampai akhirnya..
“Kamu, kami berikan gelar Zainal Abidin”.
Abah Guru terdiam, Zainal Abidin …. sebuah gelar yang pernah mengukir sejarah, yang bahkan kebakaran di rumahnya sendiri tidak sanggup mengusiknya dari ibadah, dialah Sayyidina Ali Zainal Abidin, satu-satunya putera Sayyidina Husein sang Syahid Agung, yang selamat dari pembantaian di medan Karbala, putera Sayyidatina Fathimah az-Zahra; puteri Rasulullah SAW. Dialah orang pertama yang menyandang gelar Zainal Abidin; perhiasan cantik para ahli ibadah, karena ‘abid yang manapun, dari belahan bumi manapun, akan tertunduk malu bila berhadapan dengan catatan sejarah hidupnya, hanya dengan kisah tentang ibadahnya… apalagi kalau bertemu dan melihat langsung bagaimana asyiknya dia bersama Rabb-nya.
Abah Guru mungkin merasa malu, bagaimana tidak? Karena gelar tersebut bukan sembarang gelar, gelar adalah gambaran dari orang yang menyandangnya dibahunya, arti hakiki dari gelar tersebut, pertanda apa sehingga dia mendapatkan anugerah sebesar ini.
Saat ia merenung, ia melihat tanah yang berada di samping bangunan tersebut tiba-tiba bergerak laksana gelombang air laut. Kemudian Abah Guru bertanya kepada keduanya :
“Kenapa bumi tadi bergetar?” ucapnya.
“Itu adalah makam ayahanda, Ali Ibn Abi Tholib”
Abah Guru bertanya lagi kepada mereka berdua tentang perempuan yang melempar sesuatu kepadanya tadi :
“Kalau perempuan yang diatas bangunan tadi?”,
“Ibunda Fathimah” jawab mereka berdua.
Jawaban itu menjadi tafsir yang menguak tabir misteri ketiga orang ini. Yah, karena ketiga manusia yang mengundang kekaguman itu adalah al-Bathul; Sayyidatina Fathimah, sang pemuka para wanita surga, al-Hasan dan al-Husein, dua pemuda penghulu sorga, cucu dan pendingin mata Baginda Rasulullah SAW. Mereka adalah tiga orang ahlul kisaa , yang mengiringi turunnya ayat Tathir dalam surah al-Ahzab :إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
mereka adalah ahlu bait-nya Musthofa SAW.
Sebuah mimpi yang teramat indah, yang mungkin didambakan semua muhibbin ahli bait-nya Rasulullah SAW. Mimpi yang merupakan sebuah pertanda baik atau bisyarah untuk seorang hamba Allah yang sedang meniti jalan hidupnya menuju sebuah “kehambaan” yang sebenarnya, kedudukan yang paling tinggi di hadapan Sang Penguasa Semesta, Pencipta jagat raya, Allah SWT.
Meski Abah Guru mendapat bisyarah, mimpi bertemu dengan orang-orang mulia itu, namun dia tidak pernah menceritakan mimpi itu kepada siapapun, semua tetap mengendap dalam otaknya. Hingga suatu saat diceritakan oleh Guru Marzuki saat bertemu dengan Zaini di sebuah acara. Guru Zuki, begitu panggilan beliau, melemparkan pertanyaan yang membuat Zaini terkejut.
“Ikam wayah ini bangaran Zainal Abidin kah?” (Kamu sekarang ini bernama Zainal Abidin kan?) tanya Guru Zuki.
Zaini hanya diam, pertanyaan ini mengingatkannya pada mimpi yang dialaminya itu.
“Ada kalu ikam tamimpi?” (Bukankah kamu ada bermimpi?) sambung Guru Zuki. Zaini hanya menunduk, ternyata ulama yang satu ini tahu perihal mimpinya, padahal sebelumnya dia tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang mimpi itu.
Notes : Kubah Guru Zuki dibelakang Kubah Guru Kasyful Anwar di Kampung
Melayu Martapura
Moga menambah kecintaan kita pada abah guru dan mendapatkan Rahmat Allah mengisahkan para Kekasih-Nya ( Aulia Allah ) … aamiin
http://www.facebook.com/#!/pages/Cerita-Para-Wali/334009626713647












Diantara Habaib yang selalu membela dan mendukung Guru Zaini adalah Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi. Beliau adalah seorang habib kelahiran Hadhramaut, termasuk salah seorang murid dari Al-Arif billah Al-Habib ‘Ali Bin Muhammad Bin Husein al-Habsyi (Pengarang Maulid Simthud Duror/Maulid Al-Habsyi) di Hadramaut.
Pada usia 40 tahun Habib Zein hijrah dari Hadramaut ke Kalimantan Selatan bersama keluarga beliau, dan beliau memilih Martapura sebagai tempat bermukim. Sedangkan saudara beliau lainnya yaitu Habib Ahmad al-Habsyi, Habib Umar, Habib Salim al-Habsyi memilih tinggal di Banjarmasin.

Ayah beliau Habib Muhammad al-Habsyi sudah lebih dahulu tinggal dan wafat di Banjarmasin serta dimakamkan di Alkah Turbah Sungai Jingah. Begitu juga dengan sepupu beliau yang bernama Habib Ibrahim al-Habsyi yang telah bermukim dan wafat di Kota Negara Hulu Sungai Selatan.
Kedatangan Habib Zein dan keluarga beliau lainnya ke Kalimantan Selatan adalah suatu berkah tersendiri bagi masyarakat Kalimantan Selatan, karena mereka semua datang dari negeri yang penuh dengan ilmu agama yang murni berdasarkan Ahlussunnah wal Jamaah yaitu negeri Tarim Hadhramaut.

Pada usia 45 tahun Habib Zein menikah dengan Syarifah Tholhah anak dari Habib Abdullah As-Seggaf Kampung Melayu Martapura. Dan sebelumnya Habib Zein juga mempunyai isteri di Mekkah dan mempunyai beberapa orang anak disana.
Beliau adalah seorang yang pemurah dan kasih sayang. Suatu ketika beliau melihat gerobak sapi yang sarat dengan muatan kayu bakar untuk dijual, sedangkan si penjual kayu terus menerus memukulkan cambuk kepada sapi yang sudah terlihat sangat letih dan lapar. Maka Habib Zein memanggil si penjual kayu dan membeli kayu tersebut, disebabkan rasa kasihan dengan sapi itu, padahal masih banyak persedian kayu bakar di rumah beliau. Begitu pula sifat kasih sayang beliau yang tidak pernah memarahi anak-anaknya. Bahkan apabila seorang anaknya menangis, beliau selalu membelikan makanan kecil untuknya. Seringkali beliau menasehati anak-anaknya apabila waktu senja tiba agar jangan ada lagi yang masih di luar rumah, untuk bersiap-siap menyambut malam dengan diawali shalat Magrib berjamaah. Beliau sendiri sebelum tiba waktu shalat Dzuhur dan Ashar bersegera menutup jualan dan ikut shalat berjamaah di Masjid Jami’ Martapura.


Pada suatu kejadian pernah seorang yang kebingungan dan bersedih karena dagangannya baru ditipu orang. Orang itu lewat di depan Habib Zein yang sedang berjualan minyak wangi, kitab, tasbih dan sebagainya di Pasar Martapura. Maka beliau memanggilnya dan mengusap kepala pedagang tadi seraya berkata : “Insya Allah nanti kamu akan dapat rizqi yang lebih dari itu” serta mendo’akannya. Padahal si pedagang itu tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang musibah yang ia alami, namun Habib telah mengetahui kegundahan hatinya. Tidak beberapa lama setelah musibah itu, pedagang tadi mendapat rizqi yang banyak dan usahanya lebih baik dari sebelumnya.
Habib Zein al-Habsyi adalah seorang yang ‘Alim dan sangat cinta kepada ulama dan para penuntut ilmu, beliau lebih banyak melakukan Dakwah Bil Haal (memberi contoh dengan keperibadian yang mulia) serta mendorong Ahli Qaryah (Masyarakat) untuk bersama-sama menimba ilmu, warisan dari Baginda Rasulullah SAW kepada guru-guru yang ada di masa itu.


Walaupun beliau seorang yang kaya akan ilmu agama, namun beliau sangat Tawadhu’ dan hanya ikut di tengah-tengah majelis ilmu berbaur bersama para penuntut ilmu lainnya. Diantara Ulama yang selalu beliau ikuti yaitu al-‘Alimul ‘Allamah Tuan Guru H. Abdurrahman atau yang lebih dikenal dengan Tunji Adu, al-‘Alimul ‘Allamah Mufti H. Ahmad Zaini, al-‘Alimul Fadhil Tuan Guru H. Husin Qadri, al-‘Alimul Fadhil Tuan Guru H. Semman Mulia secara turun temurun, hingga sampai saat Guru Zaini mulai membuka majelis, beliau juga selalu hadir di sana.



Sejak kedatangan Habib Zein al-Habsyi ke Martapura, majelis-majelis ilmu agama menjadi lebih hidup dengan keberadaan beliau di tengah-tengah penuntut ilmu. Lebih lagi pada majelis pengajian Guru Zaini di Keraton, beliau selalu mendampingi kemanapun Guru Zaini diundang, baik untuk membacakan Maulid maupun pengajian agama, beliau selalu ikut hadir.


Habib Zein adalah seorang yang lembut hatinya, apabila beliau mendengar nasehat agama maupun maulid atau qashidah yang dibacakan oleh Guru Zaini beliau sering meneteskan air mata, lebih-lebih apabila Guru Zaini menceritakan tentang sejarah perjalanan hidupnya Rasulullah SAW, beliau terlihat mengusap air matanya seraya berseru: “Allahumma Sholli ‘Alaih”… “Allahumma Sholli ‘Alaih…” hingga dijawab diikuti oleh para hadirin, “Shalallahu ‘alaih..” sehingga suasana majelis menjadi lebih berkesan dengan kehadiran beliau.
Hubungan Habib Zein dengan Guru Zaini sangatlah erat, beliau menganggap Guru Zaini adalah seperti anak kandungnya sendiri. Kedekatan Habib Zein dengan Guru Zaini ini sangat terlihat pada waktu Guru Zaini menikah.


Sebagaimana anak dan ayah kandung pada umumnya mereka selalu bertukar pikiran membicarakan masalah ilmu dan kemaslahatan umat. Apabila ada masalah, Guru Zaini selalu minta nasehat dan do’a kepada beliau maka tangan Habib Zein disentuhkannya ke telinga Guru Zaini dan dari lidah Habib selalu keluar kalimat “jangan dilawani pun”, dan dengan penuh hikmat yang menunjukkan kasih sayangnya yang mendalam membacakan ayat Al-Qur’an :ان الله مع الصابرين ان الله مع الصابرين
Demikianlah kecintaan serta dukungan Habib Zein kepada Guru Zaini, beliau selalu mendo’akan dan menjaga lahir bathin Guru Zaini dengan mewasiatkan kepada para habaib sepeninggal beliau, karena beliau melihat dengan jelas zhohir, bathin, akhlaq dan niat Guru Zaini yang semata-mata Ittiba’ kepada Rasulullah SAW.
Kecintaan Habib Zein kepada Guru Zaini jelas terlihat, menjelang hari wafatnya, beliau berwasiat kepada saudara sepupunya Habib Ali bin Hasan al-Habsyi yang juga berasal dari Hadramaut, beliau berkata:
“Hai Ali, aku mungkin kada lawas lagi akan Tawajjuh meninggal dunia, maka anak kita ‘Guru Zaini’ banyak musuhnya, jadi ikam hai Ali, menemani Zaini ini, itu aja pesanku”,
Dijawab oleh Habib Ali: “Insya Allah”.


Maka setelah mendapat wasiat itu Habib Ali bin Hasan al-Habsyi selalu mengikuti majelis Guru Zaini, demikian pula di bulan Ramadhan Habib Ali bin Hasan ikut shalat Tarawih satu bulan penuh baik di langgar Darul Aman Keraton maupun di langgar Ar-Raudhah Sekumpul dan beliau yang membacakan do’anya. Kemudian Habib Ahmad Bin Abdurrahman As-seggaf Seiwun Hadhramaut datang ziarah ke Sekumpul atas perintah Sayidina Faqih Muqaddam di dalam Ijtima’ beliau dan bertemu Habib Ali maka Habib Ali berpesan kepada Habib Ahmad untuk tinggal di Sekumpul menemani Guru Zaini.
Kata Habib Ali bin Hasan al-Habsyi : “Ahmad.. Aku sudah hampir masanya Tawajjuh menghadap Allah, ini Guru Zaini banyak musuhnya banyak nang mehiri’i inya, aku mengharap.. Ahmad.. ikam tinggal di Martapura mendampingi akan Zaini, kasian Zaini kalau kada didampingi, inya banyak nang mehiri’ i dan memusuhi. Dan sedikit sekali nang membela dan membantu inya” maka setelah mendapat wasiat itu Habib Ahmad lama tinggal di Sekumpul.
Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi berpulang ke Rahmatullah pada hari Sabtu, tanggal 27 Sya’ban 1402 H / 19 Juni 1982 M, dalam usia 100 tahun lebih. Dimakamkan di belakang rumah beliau di jalan A.Yani KM. 39 Kelurahan Kampung Jawa, Martapura.


Sumber : http://www.facebook.com/groups/parapencinta.abahguru/
             : http://www.facebook.com/cintadanrinduGuruSekumpul


























Kisah ketawadduan Abah Guru Sekumpul



pada suatu acara haulan Alm Guru Kasyful Anwar yang diadakan di kubah Guru kasyful Anwar berjejerlah Guru Guru psantren darussalam duduk di acara tersebut menunggu2 acara dilaksanakan,waktu pun berjalan dan tibalah saat yang dinanti2kan seseorang yang telah di tunggu dan yang akan memimpin acara haulan tersebut tiba ditempat acara tersebut yaitu seorang yang tersohor kerna budi pekertinya dan ilmu ilmunya beliau tidak lain dan tidak bukan adalah ulama kebanggaan milik kalimantan yaitu syeik Zaini abdul Ghani albanjari atau yang sering kita panggil Abah Guru Sekumpul.



Abah Guru pun memasuki tempat yang sudah disiapkan oleh panetia untuk meminpin acara haulan Guru kasyful anwar salah satu peminpin pondok pesantren darussalam yang telah melahirkan ribuan ulama ahlusunnah wal jamaah yang tersebar di segala penjuru nusantara...
hal inipun tidak ingin di lewatkan untuk mengambil manfaat oleh orang2 dan para Guru2 darussalam agar dapat mencium tangan Guru Sekumpul untuk mengambil berkat dan barokah kepada Abah Guru Sekumpul..
waktu beliau masuk abah Guru melihat salah satu Guru beliau yaitu Guru Salman Yusuf yang duduk disalah satu Guru2 darussalam yang berjejer tadi,langsung Abah Guru menghampiri Guru beliau dan menghiraukan sebagian Guru2 darussalam yang belum sempat mencium tangan Abah Guru,,





abah Guru pun langsung menghampiri dan mencium tangan Guru Salman Yusuf bolak balik sambil beliau berkata "Guru ulun mohon ampun dan maaf doakan ulun lah"
setelah itu beliau pun duduk dan menyalami orang yang disekitar beliau..
setelah selesai acara selesai Abah Guru Sekumpul pun cepat2 keluar,apa yang beliau lakukan ...?beliau diluar sedang mencarikan sandal yang dikena oleh Guru Salman Yusuf
sedangkan beliaupun tidak mengenakan sandal,
"Guru sandal pyan yang mana" kata abah Guru,
"yang itu"kata Guru Salman Yusuf langsung lah abah Guru Sekumpul mengambilkan sandalnya dan merasukkan kedua kaki Guru Salman Yusuf.. dan setelah itu beliaupun mencium bolak balik Guru beliau dan berkata "doakanlah Ulun"..

subhanallah itulah kisah ketawadduan seorang ulama yang akhlak budi pekertinya sperti Rasulullah saw,beliau tidak malu dan segan atas apa yang beliau miliki dan gelar seorang ulama besarpun tidak meghiraukan bagi beliau kerna ingin berbakti kepada Guru beliau.
kisah ini adalah kisah dari seorang Guru Darussalam yaitu Guru Ahmad Rifani beliau menyaksikan sendiri kejadian tersebut..
kisah ini di ambil dari postingan salah satu grup pecinta abah Guru Sekumpul.

















 
Kisah ketawadduan Abah Guru Sekumpul



pada suatu acara haulan Alm Guru Kasyful Anwar yang diadakan di kubah Guru kasyful Anwar berjejerlah Guru Guru psantren darussalam duduk di acara tersebut menunggu2 acara dilaksanakan,waktu pun berjalan dan tibalah saat yang dinanti2kan seseorang yang telah di tunggu dan yang akan memimpin acara haulan tersebut tiba ditempat acara tersebut yaitu seorang yang tersohor kerna budi pekertinya dan ilmu ilmunya beliau tidak lain dan tidak bukan adalah ulama kebanggaan milik kalimantan yaitu syeik Zaini abdul Ghani albanjari atau yang sering kita panggil Abah Guru Sekumpul.



Abah Guru pun memasuki tempat yang sudah disiapkan oleh panetia untuk meminpin acara haulan Guru kasyful anwar salah satu peminpin pondok pesantren darussalam yang telah melahirkan ribuan ulama ahlusunnah wal jamaah yang tersebar di segala penjuru nusantara...
hal inipun tidak ingin di lewatkan untuk mengambil manfaat oleh orang2 dan para Guru2 darussalam agar dapat mencium tangan Guru Sekumpul untuk mengambil berkat dan barokah kepada Abah Guru Sekumpul..
waktu beliau masuk abah Guru melihat salah satu Guru beliau yaitu Guru Salman Yusuf yang duduk disalah satu Guru2 darussalam yang berjejer tadi,langsung Abah Guru menghampiri Guru beliau dan menghiraukan sebagian Guru2 darussalam yang belum sempat mencium tangan Abah Guru,,





abah Guru pun langsung menghampiri dan mencium tangan Guru Salman Yusuf bolak balik sambil beliau berkata "Guru ulun mohon ampun dan maaf doakan ulun lah"
setelah itu beliau pun duduk dan menyalami orang yang disekitar beliau..
setelah selesai acara selesai Abah Guru Sekumpul pun cepat2 keluar,apa yang beliau lakukan ...?beliau diluar sedang mencarikan sandal yang dikena oleh Guru Salman Yusuf
sedangkan beliaupun tidak mengenakan sandal,
"Guru sandal pyan yang mana" kata abah Guru,
"yang itu"kata Guru Salman Yusuf langsung lah abah Guru Sekumpul mengambilkan sandalnya dan merasukkan kedua kaki Guru Salman Yusuf.. dan setelah itu beliaupun mencium bolak balik Guru beliau dan berkata "doakanlah Ulun"..

subhanallah itulah kisah ketawadduan seorang ulama yang akhlak budi pekertinya sperti Rasulullah saw,beliau tidak malu dan segan atas apa yang beliau miliki dan gelar seorang ulama besarpun tidak meghiraukan bagi beliau kerna ingin berbakti kepada Guru beliau.
kisah ini adalah kisah dari seorang Guru Darussalam yaitu Guru Ahmad Rifani beliau menyaksikan sendiri kejadian tersebut..
kisah ini di ambil dari postingan salah satu grup pecinta abah Guru Sekumpul.

Categories

Assalamu'alaikum...

Hadapi dengan senyumann

Seorang anak bungsu dari 6 bersaudara yang terlahir atas nama cinta-Nya yang suci.

 
Copyright 2009 Ahmad Firdaus